Senin, 28 Januari 2013

Arti Sebuah Kerinduan


From Bu Hen
01-01-2013 11:47:16 am
Ba sudh nype mana skrng?blz
01-01-2013 12:09:17
Hti2 ya nak, Ibu dn Bapa kayanya ditinggal mati aja, maunya nangs aja dari tdi, doain aja ya nak ibu dn bapa spya banyk rizki dn sht, kmu nggk apa2 dimbl?
01-01-2013 08:40:27 pm
Bak dh nype blm, mari kta mkn brsma ibu dn bapa, ibu sedng mkn
01-01-2013 09:06:59 pm
Bgaimana slmt smuanya? Trimaksh klu slmt
02-01-2013 12:39:36
Ass,,bak dh mkn siang blm? Ibumh sdng mkn siang disaung, mri kta mkn brsma, bnr ba puisi yg ibu buat bukan omong bohong tpi bikn ibu nangs aja teringt kmu dn jg tmn2 yg biasa krmh ibu, blngin sma tmn ibu tk than mndgr suarmu
03-01-2013 05:31:48 pm
Tdi ibu bkn krpk pisang smbl nangs tringt kamu ska blng sma ibu, msk apa ibu?itu tringat aja, sdh dimkn kripiknya?




From Pak Ruskanda
01-01-2013 08:38:29 pm
Ba yusi, apa kesalahan bapa dan apa kekurangannya mohon dimaafpin dan adik kamu didi bapa sembuhka nangis sama ibu doakan ba’ beri  rizki da umur yang panjang nanti bisa ketemu lagi

02-01-2013 02:48:45 pm
Ba didi cariin katanya makan ba. Sambil nangis katanya kemana
                Tertegun aku melihat sms - sms yang dikirimkan oleh bapak dan ibu baruku dari Kampung Tambleg. Pesan yang dikirim bahkan hanya beberapa jam setelah aku berangkat  ke Bogor. Begitu menyayat hati. Aku tak menyangka keluargaku itu begitu menyayangiku.  Aku tak pernah menerima pesan – pesan seperti itu dari keluarga asliku.  Aku begitu heran karena itu tampak begitu berlebihan bagiku, tapi mungkin begitulah cara mereka mengungkapkan emosi mereka. Begitu ekspresif. Sebegitu berartikah aku di mata mereka. Teringat tangisan dan pelukan ibuku ketika aku berpamitan setelah 3 minggu kami tinggal bersama. Hanya 3 minggu tapi meninggalkan seribu makna. Keluarga yang baik hati yang membuatku begitu trenyuh. Ibuku yang begitu perhatian dan sabar,  juga bapakku yang luar biasa rajinnya. Bapakku di waktu luangnya tak segan – segan mengurusi urusan rumah tangga seperti memasak, menyapu ataupun mengepel di rumah. Mereka begitu rendah hati, selalu mengatakan bahwa mereka tak punya apa – apa, tak bisa memberi apa – apa, padahal banyak sekali yang mereka berikan kepadaku.  Keluarga yang sederhana yang mengajarkan banyak hal  mengenai kehidupan.
                 Di pagi hari, sebelum subuh berkumandang mereka sudah terbangun dan dengan kompaknya membuat api di atas “hau” untuk memasak air dan nasi. Udara dingin yang menusuk tulang – tulang rusukku seakan tak terasakan oleh bapak ibuku. Tampak raut keikhlasan dan ketulusan di wajah mereka. Ada lagi hal yang membuatku terharu. Kebetulan kamar mandi yang kami punyai adalah kamar mandi tadah hujan, yaitu kamar mandi yang airnya berasal dari air hujan yang ditampung dan disaring. Jadi keberadaan air di kamar mandi tergantung hujan yang turun, kalau tidak ada hujan bak akan kosong. Semakin deras hujannya maka air yang tertampung semakin banyak, begitu pula sebaliknya. Di rumahku, terkadang air tinggal sedikit jika tidak ada hujan ataupun jika hujan yang turun sedikit. Tetapi ibuku selalu menenangkanku dan berkata “ Sudah mbak..nggak usah khawatir dengan airnya. Dipakai saja, biar nanti ibu ke sumur aja, “ katanya. Memang terkadang ibu melakukan aktivitas yang membutuhkan air seperti mandi, mencuci piring ataupun mencuci baju di sumur umum. Terkadang juga bapakku bela – belain mengangkut air untuk memenuhi isi bak mandi. Kadang ketika air yang di bak tinggal sedikit, aku tak enak untuk menggunakan air banyak – banyak, kuurungkan niatku untuk mencuci. Ibuku sepertinya bisa membaca pikiranku seraya berkata “ Kalau mau nyuci ya nyuci aja mbak.  Nggak usah dipikirin masalah airnya. Nanti biar bapak dan ibu ke sumur aja. “ Terus terang aku merasa terharu melihat pengorbanan mereka yang tulus. Mereka rela berkorban mengesampingkan kepentingan mereka demi aku. Walaupun aku baru dalam kehidupan mereka, tetapi mereka sudah menganggapku seperti anak sendiri. Pernah juga suatu ketika aku merendam cucian untuk kemudian kucuci. Tetapi saat aku mau mencucinya aku melihat bajuku sudah tidak ada di kamar mandi. Aku mencarinya kemana – mana dan ternyata aku melihat bajuku sudah ada di jemuran. Ibuku mencucikan bajuku. AKu benar – benar merasa tak enak hati. “ Nggak pa-pa mbak. Itu tadi sekalian ibu nyuci juga jadi ibu cucikan ,“ kata ibuku beralasan.  Aku hanya terdiam tak tahu harus berkata apa.
 Begitu pun kalau aku pergi kemana – mana, kalau aku pergi lama sedikit saja mereka akan mencariku ke rumah – rumah di desa. Perhatian yang luar biasa sekali menurutku.  Ahh…aku jadi begitu merindukan mereka. Kalimat khas mereka setiap waktu makan “ Mbak …makan mbak …” yang selalu ditirukan oleh adikku Didi masih terbayang jelas diingatanku. Karena itu, membaca sms bapakku yang terakhir selalu membuatku ingin menangis. Kapan ya kami akan bertemu kembali? Semoga jarak dan waktu tidak akan dapat memisahkan kedekatan hati kami.

BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar