Minggu, 15 Juni 2014

Fenomena CHSI

Sinetron Catatan Hati Seorang Istri yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta di Indonesia tiba tiba mengingatkanku pada salah satu buku yang tersimpan di sudut lemari kaca tempat buku - bukuku berada. Dengan judul yang sama, sinetron ini memang diadaptasi dari buku kumpulan kisah nyata karya Asma Nadia. Cukup membaca buku ini sekali saja membuatku enggan untuk membacanya lagi. Bukannya tak bagus, buku ini justru mengungkapkan realita tak menyenangkan yang banyak terjadi di masyarakat yang mungkin kurang diketahui kaum awam. Ketika sebagian besar buku sekarang ini mengompori masyarakat untuk segera berumah tangga, justru dalam buku yang berisi kumpulan kisah nyata mengenai berbagai masalah dalam rumah tangga ini membuat kita berpikir dua kali untuk menikah. Mengingat tak hanya hal menyenangkan saja yang akan menikah tetapi lebih banyak kemungkinan banyaknya badai masalah yang akan menimpa. Emosi itu muncul ketika membaca bukunya ataupun menonton sinetronnya. Membuat kita berpikir, kenapa kaum laki - laki itu seperti itu. Tega sekali. Tak ada yang bisa dipercaya. Sama saja semua, dan berbagai komentar negatif lainnya
Memang buku ini banyak menonjolkan keburukan - keburukan kaum adam. Jadi parno sendiri. Kisah KDRT, perselingkuhan, perceraian dan lain lain, sungguh mengerikan bagiku, lebih horror dari film horror sekalipun. Sebuah kisah yang paling aku dan seorang sahabatku ingat yaitu kisah "Sponge Bob". Lelaki yang tampak baik dan sempurna, rajin ibadahnya dengan ilmu agama yang bisa dikatakan baik ternyata diam diam melakukan perselingkuhan di belakang. Sungguh tak ada yang menyangka. Membuat emosi dan hatiku ikut sakit membayangkannya, walaupun bukan aku sendiri yang merasakannya sendiri. Sedih..hixx..Dan kenyataannya semua itu adalah  cerita asli. Tak menjamin bukan, apa yang ada di depan bisa jadi berbeda dengan yang ada di belakang. Baik kelihatannya tetapi buruk kenyataannya. Tetapi tetap aku merekomendasikan buku ini sebagai referensi untuk dibaca  para wanita supaya dapat mengambil pelajaran dan siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di luar sana.

Sabtu, 14 Juni 2014

Syukurilah Sahabat!!

Di ujung fajar yang tengah menyingsing, aku masih duduk berdua bersamanya, sahabat diri. Diam. Tak ada satupun dari kami berdua yang bersuara. Hanya ada bisikan angin yang terkadang menjatuhkan satu persatu dedaunan dari singgasananya. "Aku iri, "akhirnya sahabatku mulai mengeluarkan suaranya, bersamaan dengan suara jangkrik yang tak henti - hentinya  berbunyi. "Iri?" Aku tak mengerti. Terlintas beribu pertanyaan di benakku. "Mereka begitu cantik," lanjutnya, mengeluarkan sepotong kalimat yang lagi lagi membuatku mesti berpikir. "Siapa??Kau pun cantik" kataku. "Tak secantik mereka," dia menghela napas panjang, menunduk sambil memainkan jemarinya. Pikirannya tampak melayang layang entah kemana. "Aku pun tak  cantik tapi tak jadi masalah kan. Hatimulah yang akan menentukan segalanya," ujarku menasihati. " Tetap saja..kenapa aku tak secantik mereka??!!"dia berteriak keras menumpahkan segala emosinya.  Sahabatku yang malang, sedang dilanda kegelisahan akibat kekurangsyukurannya sendiri "Apa masalahmu sebenarnya?"tanyaku ingin tau.  Dia berkata lemas, "tak ada yang menyukaiku.." Aku tak mengerti apa yang dipikirkannya, tetapi sepertinya aku mulai mengerti arah pembicaraannya. "Apakah sesempit itu penilaianmu? Kecantikan bukanlah hanya pada apa yang tampak di pelupuk mata. Keindahan akhlak dan keteguhan iman lah yang utama,"nasihatku. Dia tertegun sejenak dan berpikir. "Sama saja, " katanya" teori. Nyatanya banyak hal yang tak mengerti akan hal itu. Keterbatasan indera penglihatan saja yang mereka pakai. Dan hampit semua manusia begitu. Sama saja tak ada bedanya." "Apa gunanya mengurusi mereka,"kataku sewot" apakah kamu rela waktumu terbuang untuk memikirkan manusia yang tak memiliki mata hati?" Dia tertegun. " Sungguh kawann.."lanjutku" Kesederhanaan dan ke"biasa"an mu yang justru akan menjadi cahaya dan magnet ketulusan abadi yang tak dimiliki oleh siapapun. Terkadang orang-orang menjadi buta oleh mata sendiri, lupa akan mata lain yang seharusnya justru dibuka untuk penentu segala keputusan.  Bersyukurlah dan rasakan ketulusan hati orang - orang di sekelilingmu dengan mata hatimu. Tak mau hidup bersama orang "buta" kan??". Kami pun terdiam lama. Dia sibuk dengan kontemplasinya dan aku dengan kontemplasiku. Akhirnya dia pun tersenyum, " yaa.. aku beruntung, " katanya" Allah menganugerahkan kekuranganku sebagai penentu ketulusan hakiki. Aku tak mau hidup bersama orang "buta" dengan pikiran sempit yang hanya menilaiku dari lahiriahku saja. Terima kasih sahabat,"  ujarnya tampak lega. Ohh sahabatku..singsingkan kekhawatiranmu. suatu hari kau akan menemukannya, orang tulus itu, yang dapat menggunakan mata hatinya dengan baik, aku yakin itu. Aku pun tersenyum bersamanya. Dan di hadapan kami sang surya mulai meninggi dan menyaksikan kami dengan pancaran kehangatannya .