Jumat, 20 September 2013

Ibu, Jangan Pergi !




 
Siang itu matahari menyapa begitu teriknya, tetapi  tak mampu menggoyahkan semangatku untuk mempercepat langkahku menuju tempat dimana hatiku berada. Tempat di mana keceriaan dan kepolosan terpancar oleh malaikat – malaikat kecil tanpa sayap yang berniat menuntut ilmu sebagai bekalnya menuju masa depan.  Mereka yang membuatku selalu mengisi pikiranku dan bersemangat menjalani hidupku untuk terus membagikan sedikit ilmu yang kutahu supaya dapat bermanfaat bagi mereka. Aku berjalan di pinggiran jalan raya yang saat itu sedang ramai hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang. Tak heran, saat ini tepat menunjukkan pukul 12 siang, dimana orang – orang yang sedang beristirahat dari aktivitasnya masing – masing sibuk mengisi energy tubuhnya, mencari makan siang di warung – warung pinggir jalan. Aku terus menyusuri jalan sambil menutup hidungku mengurangi gas karbon yang dimungkinkan akan masuk ke dalam paru – paruku karena padatnya kendaraan. Ingin rasanya cepat sampai ke tempat tujuanku berada.
Akhirnya kulihat tikungan di depanku. Lega..memasuki gang kecil  dan meninggalkan padatnya kendaraan yang menghiasi jalan raya. Perlahan – lahan suara deruman mobil dan klakson – klakson kendaraan bermotor mulai menghilang. Beberapa meter aku berjalan, akhirnya ku sampai juga pada tujuanku, sekolah tempatku mengajar. Aku berhenti sejenak menarik napas panjang dan membersihkan peluh yang menghiasi tubuhku. Itulah Rrsiko sebagai guru yang masuk di siang hari. Dari kejauhan kulihat malaikat – malaikat kecil berseragam merah putih itu berlarian menghampiriku. “ Ibu …….,” panggil mereka.  Aku tersenyum, rasa lelah yang tadi sempat bersemayam di tubuhku seakan menghilang entah kemana. Mereka menyodorkan tangannya ke arahku, menyalamiku dengan sangat antusias. “ Apa kabarnya semua?” tanyaku dengan semangat yang tak mau kalah dengan mereka. “ Baik bu …… “ jawab mereka kompak. “ Hari ini ibu mengajar kelas kami kan, Bu?” Tanya seorang anak perempuan bernama Zahra. Aku mengangguk mengiyakan. “ Hore…..” mereka bersorak sorai. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku mereka. Tetapi tiba – tiba seorang anak laki – laki bertubuh gendut memprotes, “ Ibu curang ……, “ teriaknya sambil cemberut, “ Curang kenapa? Jelaskan pada ibu Nopal , “ kataku ingin tahu. “ Dari kemarin ibu mengajar kelas A terus …kapan ibu akan masuk kelas kami ?” tanyanya. Lagi – lagi aku tersenyum. “ Nopal, tugas ibu memang mengajar kelas A, kan di kelas kalian sudah ada Bu Lia yang mengajar. “ Aku menjelaskan perlahan. Memang aku saat ini mendapat tugas mengajar di kelas 3 A yang terkadang membuat kelas 3B iri. “ Ahh…pokoknya ibu curang, “ katanya lagi sambil berlari masuk ke dalam kelas. Aku hanya menggeleng – gelengkan kepalaku. Ada – ada saja tingkah laku mereka. Bel sekolah berbunyi tanda pelajaran segera dimulai, aku melangkahkan kakiku ke dalam kelas siap membekali dan mendidik mereka dengan ilmu – ilmu baru.
***
“ Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, “ sapaku pada siswa – siswi kelas 3A.
“ Wa’alaikumsalam Warrahmatullahi Wabarakatuh .” jawab mereka serempak.
“ Apa kabar? “
“ Alhamdulillah …luar biasa…Allahu Akbar!!!”
“ Luar biasa ya semangatnya kelas 3A, “ ujarku sambil tersenyum “ Bagaimana perasaannya hari ini?” tanyaku. Seperti biasa setiap hari aku selalu menanyakan kabar pada mereka.
“ Senaaaaaaang Buuuu, “ jawab mereka dengan penuh antusias.
“ Apa ada yang lagi sedih ataukah lagi galau?” tanyaku pada mereka.
“ Caturrrrr…..” mereka menunjuk kepada salah seorang teman mereka yang lucu dan sering menjadi candaan teman – teman yang lain. Sementara anak yang ditunjuk sudah siap – siap bersembunyi di bawah kolong meja karena tahu teman – temannya akan menunjuknya.
“ Baiklah….supaya Catur tidak galau lagi bagaimana kalau kita suruh Catur memimpin tepuk pada hari ini. Setuju????”
“ Setujuuuuuu, “ jawab mereka antusias.
“ Ayo maju Catur, “ perintahku “ Coba pimpin teman – temannya untuk tepuk semangat. “ Anak yang disuruh malu – malu sambil tersenyum, perlahan – lahan keluar dari bangkunya maju ke depan kelas.
“ Tepuk semangat !!!” teriaknya lantang. Teman – temannya langsung mengikuti, “ Se se….se se…..seeeeemangattttt!!!” lengkap dengan gaya semangatnya. Sungguh aku tak akan dapat melupakan wajah semangat mereka menjelang pelajaran setiap harinya. Wajah – wajah yang selalu menyambutku dengan senyuman, untuk kemudian bersalaman mencium tanganku, menggandeng tanganku dan memelukku sebelum masuk ke dalam kelas  dan dengan antusiasnya memperhatikan pelajaran yang aku berikan. Sungguh aku akan merindukan masa – masa itu.
***
Tak terasa sudah dua setengah bulan aku berada di sekolah ini dan hari ini tugas terakhirku mengajar di sekolah. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Sekolah ini sudah menjadi bagian dari hidupku, yang mengajarkanku banyak hal mengenai kehidupan. Bertemu dengan anak – anak yang menggemaskan dan unik, berbeda satu sama yang lain. Itulah yang memberikan warna dalam kehidupanku. Rasanya aku tak sanggup meninggalkan mereka, sedih pastinya. Aku tak tahu kapan lagi aku akan dapat bertemu dengan mereka.
“ Baiklah anak – anak, “ kataku pada mereka di dalam kelas  “ Ibu mau kalian menulis surat untuk ibu sebagai kenang- kenangan, bisa berupa pesan atau kesan yang ingin kamu sampaikan untuk ibu. Selama mereka menulis aku perhatikan wajah mereka satu persatu, aku puas  puaskan memandangi malaikat – malaikat kecil tanpa sayap tersebut. Wajah – wajah tanpa dosa dengan senyum dan tangis yang tulus tanpa ada kepura-puraan. Selesai menulis surat mereka berinisiatif memberikan kenang – kenangan untukku. Tak disangka mereka secara berkelompok telah berlatih membuatkan tarian untukku. Tarian lucu “ Beautiful “ ala Cherrybelle yang membuatku berdecak kagum dibuatnya. Sungguh menggemaskan tingkah polah mereka. Kepercayaan diri dan kelincahan tubuh yang mereka tuangkan dalam gerakan – gerakan tarian membuat seisi kelas dan aku-pun bertepuk tangan meriah. Tak ada yang mengajari, tetapi mereka cukup lihai melakukannya. Ada juga yang mengisi acara dengan menyanyi ala pengamen jalanan dengan lagu yang sering dinyanyikan oleh pengamen, membuatku bertanya – dari mana mereka belajar lagu semacam itu? Setelah itu, semua anak di kelas tanpa kusuruh membuatku terharu dengan menyanyikan lagu “ Bunda” Melly Goeslaw yang membuat beberapa anak terisak – isak mengeluarkan air mata , menangis, dengan raut wajah sendu yang membuatku tak tega, pula ketika menyanyikan lagu guruku tersayang yang pernah dinyanyikan oleh AFI Junior
Guruku tersayang guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis mengerti banyak hal
guruku terima kasihku
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, sore pun telah tiba. Saatnya aku pamit kepada semua malaikat – malaikat kecil di hadapanku. Sementara di luar gelap, Parung sedang dirundung hujan tanda ikut bersedih bersama kami. Aku berusaha sekuat mungkin mengeluarkan suara yang seperti tercekat di tenggorokan, “ Baiklah anak – anak hari ini hari terakhir ibu mengajar di sekolah kalian “ Seketika aku mengakhiri kalimatku, petir menyambar begitu kerasnya di luar seiring dengan hujan deras yang mengguyur membuat tiba – tiba lampu di dalam kelas padam. Gelap dan mencekam. Anak anak yang tadinya telah menangis karena menyanyikan lagu sedih, menjadi semakin menangis karena takut akan petir. Sementara yang lain yang awalnya tak menangis, menjadi ikut menangis melihat temannya menangis. Seisi kelas menangis, mereka duduk bersimpuh di lantai di pinggir dinding kelas. Suasana  tiba – tiba menjadi heboh, layaknya kesurupan missal. Tiba – tiba seorang anak bernama Pingkan memberikan sepucuk surat untukku, entah katanya dari siapa dia menemukannya di mejanya. Tulisannya sederhana, ‘ Mungkin itu pertanda kalau ibu tidak boleh pergi dari sini. ‘ Aku terdiam tak tahu harus berkata apa membaca tulisan itu.
Aku terus berusaha menenangkan mereka, tetapi mereka menangis semakin keras secara berjamaah. Akhirnya setelah dibantu oleh penjaga sekolah aku berhasil membuat anak – anak yang tadinya duduk di lantai kembali ke kursinya masing – masing. Isak tangis masih menyertai sebagian anak – anak kelas 3, aku menenangkan mereka menyuruh mereka membaca Al Fathihah supaya hati mereka bisa menjadi lebih. Alhamdulillah…sepertinya kemudian mereka dapat menenangkan diri mereka masing masing, sementara hujan di luar sudah mulai reda, walaupun rintik – rintik masih terdengar dan langit masih belum menunjukkan cahanya. Saatnya ku pamit pada mereka. Mereka semua memelukku sampai kutak dapat menggerakkan sedikitpun anggota tubuhku sambil berkata, “ Ibu…Jangan pergi! Ibu harus kembali ke sini lagi mengajari kami!” Ku takdapat lagi menahan perasaan itu, kesedihan yang mendalam melihat wajah – wajah malaikat kecilku itu, dengan senyum dan keluguan mereka yang membuatku tak dapat berkata – kata lagi. Suatu hari nanti, jika Allah menghendaki, kita pasti akan dapat bertemu lagi. Semoga saja.

NB :    Sebuah tulisan lama yang baru sempat kuteruskan lagi
Spesial untuk siswa – siswiku di kelas 3 SDN Parung 04 Bogor
            Really love and miss all of you so much

BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar