Senin, 25 November 2013

Masalah Psikologis Anak

Sedikit perbincangan dengan pakar psikologi perkembangan anak, Ibu Yeti Widiati. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi semua. Chayooo ^___^

Tanya ( Yuchie ) :
Di sekolah saya sebagian besar siswanya broken home,  kurang perhatian orang tua, biasa tak ada yang mengatur sehingga susah sekali mengaturnya. Selain itu di sekolah ini guru - gurunya keras sekali pada murid karena beranggapan hanya itu satu - satunya mengatur anak - anak. Jadi muridnya sudah terbiasa dikeras. Saya mencoba beda dengan guru - guru lan, sedikit lunak walaupun mencoba tegas, tapi karena mereka terbiasa dididik keras, mereka cenderung menjadi manja dan dekat, terlalu dekatnya sampai mereka berani bahkan terkadang menjadi kurang ajar. Jadi, sepertinya betul kata guru - guru kalau satu - satunya jalan harus dikeras, bagaimana menurut ibu?

Jawab :

Wah tantangannya luar biasa sekali. Saya bisa membayangkan situasi berat yang dihadapi.
Membaca dari apa yang disampaikan oleh Yuchie, saya menyimpulkan bahwa Yuchie sudah memahami kebutuhan siswa dan tahu juga apa yang "seharusnya" dilakukan. Kesulitannya adalah bagaimana "menakar" keras dan lunak dalam bertindak kepada siswa.
Yuchie saya berikan beberapa point agar lebih jelas, kapan kita tidak diizinkan dan kapan diizinkan bertindak "keras"
1. Konsekuensi yang kita berikan harus logis dan sesuai dengan respon anak. Misalnya kalau anak menjatuhkan barang, maka ia harus mengambilnya. Maka kalau anak ribut kemudian dipukul, itu bukan konsekuensi logis.
2. Konsekuensi bisa saja tidak logis, tapi harus dibicarakan dan disepakati terlebih dahulu. Misalnya, terlambat datang ke sekolah maka anak harus push up (misalnya). Ini tidak logis, tapi kalau sudah disepakati terlebih dahulu bersama siswa maka bisa dilakukan.
3. Konsekuensi harus dibicarakan terlebih dahulu. Atau diperingatkan terlebih dahulu, sehingga siswa tahu bahwa mereka bisa memilih respon. Kalau melakukan A maka akan terjadi B, kalau melakukan C maka akan diperoleh D. Sehingga tidak boleh konsekuensi dilakukan secara serta merta, mendadak, dengan hukuman yang muncul begitu saja.
4. Konsekuensi harus masuk akal dan bisa dilaksanakan. Kalau Yuchie mengatakan, "Kalau kamu nakal, ibu gak mau ngajar kamu lagi", tapi besoknya Yuchie datang, maka siswa tahu kalau konsekuensi seperti itu tidak akan dilaksanakan oleh Yuchie.
5. Jalankan konsekuensi dengan konsisten. Kalau sudah bilang A maka lakukan A. Biasanya salah satu yang membuat anak melunjak adalah karena tidak ada konsistensi dan tidak ada kewibawaan. (Kewibawaan terbentuk karena konsistensi bukan karena kekerasan)
6. Keras dan konsistenlah terhadap hal-hal yang bersifat prinsip, tapi fleksibel dalam jalan/caranya. Yang kerap terjadi pada banyak guru dan orang tua seringkali sebaliknya. Keras terhadap cara (memukul, mencubit, membentak), tapi lemah dalam konsistensi, (melarang terlambat, tapi dirinya terlambat, satu saat marah sekali terhadap kesalahan, lain kali biasa-biasa saja, dll)
7. Ketika memilih tindakan, maka bukan emosi yang jadi dasar, tapi keburukan apa yang akan terjadi bila kita membiarkan perbuatan tersebut. Misalnya, kalau ada siswa yang melunjak atau berbuat tidak hormat, maka menurut saya Yuchie layak bertindak keras, bukan karena ingin dihormati, tapi karena perilaku tersebut akan membawa keburukan bagi siswa tsb di masa depan. Jangan lupa menjelaskan pada siswa mengapa Yuchie berbuat seperti itu. Sampaikan saat anak sedang tidak dalam keadaan emosi. Ibarat berdiri di pinggir jurang, maka kita harus menarik tangannya, sekalipun tangan itu keseleo, tapi akibatnya masih lebih baik dibanding jatuh ke jurang.

Yuchie, ada baiknya Yuchie kembali menegaskan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan baik terkait proses pembelajaran di kelas maupun terhadap Yuchie sebagai pribadi.
Jelaskan dan sepakati konsekuensi apa yang akan terjadi bila siswa atau Yuchie sendiri melanggar kesepakatan bersama tersebut.
Jalankan dengan konsisten, dan teguhlah dengan hal prinsip. Berkeras dengan hal prinsip (bukan menggunakan kekerasannya) tidak mengapa selama Yuchie yakin bahwa akan terjadi hal yang lebih buruk bila tidak dilakukan. Dalam hukum Islam, mengapa mencuri, membunuh, berzina dihukum sangat keras, adalah karena bila dibiarkan akan mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar. Tapi untuk anak, konteksnya berbeda, meskipun prinsipnya sama.
Gak logis kalau Yuchie mengharapkan setelah melakukan ini semua, maka siswa keesokannya langsung menjadi baik. Ini pekerjaan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tapi bukan perubahan itu yang akan dinilai dari Yuchie, melainkan usahanya.
Tetap semangat dan semoga sukses. Yakin deh, bahwa semua ini akan menjadi sangat bernilai nantinya. Ibaratnya intan, maka semakin digosok akan semakin bernilai ...
Cheers ...

Terima kasih Bu Yeti  Widiati

BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar