Sebagai suatu
sistem, pendidikan nasional mempunyai
tujuan yang jelas, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan nomor
2 tahun 1989 bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki keterampilan,
sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat
bahwa pada dasarnya ada dua aspek yang menjadi tujuan pendidikan di Negara kita
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yang
kemudian diterangkan lebih terperinci mengenai hal tersebut. Mengenai relasinya
dengan teori psikologi, tujuan
pendidikan tersebut sangat erat kaitannya dengan berbagai macam kecerdasan,
yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Mengacu pada aspek yang pertama mengenai tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, hal tersebut sama halnya dengan mengoptimalkan kecerdasan
intelektual siswa. Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang memberikan kepada kita
kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi
serta inovasi. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak ada
informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan diolah, pada waktu yang tepat
dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali. Proses menerima ,
menyimpan, dan mengolah kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat
pendengaran, penglihatan atau penciuman) biasa disebut "berfikir”.
Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan atau khazanah otak manusia.
Di dalam lingkup dunia pendidikan, siswa – siswi diajar di sekolah oleh para
pendidik untuk dapat mengerti mengenai
berbagai macam ilmu yang akan mengasah otaknya dan menambah ilmu pengetahuannya.
Inilah memang tugas guru sebagai pengajar yang melakukan proses tranferisasi
ilmu pengetahuan sehingga tercapailah salah satu tujuan pendidikan yang
diharapkan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tetapi apakah
sampai di situ saja pendidikan ini berhenti ? Seringkali para pendidik lupa
bahwa ada aspek lain yang mendasari tujuan pendidikan berdasarkan Undang –
Undang. Hal tersebut yaitu mengembangkan manusia seutuhnya, dapat diartikan sebagai manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dihubungkan dengan teori psikologis, aspek
yang kedua ini sangat erat kaitannya dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual. Kecerdasan emosional
digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang,
bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Kecerdasan emosional memiliki
banyak nilai – nilai luhur yang dibawahinya. Mengacu pada definisi manusia
seutuhnya, nilai – nilai seperti berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap,
mandiri serta bertanggung jawab
merupakan pengejawantahan dari kecerdasan emosional. Dalam lingkungan sekolah, hal yang kemudian
harus diperhatikan selain mencetak anak – anak dengan pola pikir yang cerdas,
yaitu mengenai kemampuan pengelolaan emosi dengan baik dan budi pekerti yang
luhur. Seperti bertutur kata yang sopan, bertingkah laku yang baik, mampu
menghargai orang lain serta mengedepankan nilai – nilai kejujuran merupakan
tanda kecerdasan emosi yang dimiliki cukup baik. Sikap tanggung jawab dan
kemandirian siswa seyognyanya juga diperhatikan dan dikembangkan sedemikian
rupa sehingga mencetak generasi penerus bangsa yang tak hanya pintar tetapi juga
berakhlak baik. Sebagai tindak nyata contoh kecerdasan emosi ini ditunjukkan
dengan siswa yang menghormati guru, baik terhadap teman yang lain, bertutur
kata ang sopan, tak pernah terlambat masuk sekolah, berani, jujur dalam
mengerjakan ulangan serta menyelesaikan tugas - tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Nilai – nilai
ini yang seharusnya perlu lebih ditekankan pada pendidikan di Indonesia.
Kebanyakan para guru lupa, hanya sekedar mengajar supaya anak mendapat nilai
yang baik di sekolah, tetapi kelakuannya tak mencerminkan anak yang mendapat
pendidikan. Guru seharusnya juga lebih mengapresiasi anak – anak dengan nilai –
nilai kecerdasan emosi yang tinggi tak hanya yang kecerdasan intelektualnya
tinggi. Karena karakter anak dibangun dari awal di masa sekolah dan menentukan
kehidupannya di masa yang akan datang. Bisa dilihat kenyataannya sekarang ini
bahwa banyak orang cerdas yang pada akhirnya akan merugikan banyak orang karena
kecerdasan emosional dan spiritualnya yang rendah. Contohnya para koruptor,
yang tega mengambil harta masyarakat banyak demi kepentingannya pribadi. Karena
itu kecerdasan emosional pun begitu penting, bahkan lebih penting dibandingkan
kecerdasan intelektual semata.
Ada seorang
ahli yaitu Daniel Goelman yang mengatakan bahwa keberhasilan di masyarakat 80
persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan siswanya atau hanya 20 persen
dipengaruhi oleh kecerdasan otak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa betapa
pentingnya kecerdasan emosi itu dimiliki oleh setiap siswa. Kecerdasan ini pun
sebenarnya bukanlah sesuatu yang statis. Kecerdasan emosional dapat dipelajari
oleh siapa saja dan dapat dikebangkan oleh manusia usia berapapun. Tetapi
baiknya sejak dini mulai dibina dan dikembangkan, karena karakter yang dibentuk pada masa kecil akan
berpengaruh pada karakter dan kepribadiannya di masa depannya. Bukan berarti yang
telah dewasa tak dapat berubah, bukannya tak mungkin itu dilakukan, tetapi membutuhkan usaha yang lebih
ekstra daripada anak – anak, karena karakter orang dewasa yang sudah terbentuk
akan lebih susah diubah. Sayangnya pendidikan di Negara kita masih kurang
mengorientasikan mengenai kecerdasan emosional ini dan lebih mengedepankan kecerdasan
intelektual. Nilai akademik masih menjadi nilai prioritas di atas segala –
galanya.
Kecerdasan
ketiga yang tak kalah penting, bahkan yang menjadi terpenting di antara semua
kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual, sesuai dengan salah satu karakter
manusia seutuhnya, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Indonesia yang merupakan Negara beragama
memiliki kepercayaan dengan adanya Dzat yang tiada tandingannya, yang
menciptakan segala bumi dan seisinya, menciptakan semesta alam dan seluruh
makhluk hidup yang ada. Dialah Tuhan. Lalu apakah peran kecerdasan spiritual
dengan pendidikan sebenarnya? Ary Ginanjar Agustian menerangkan bahwa
kecerdasan spiritual berisi suara hati. Sedangkan, hati merupakan bagian dari
aspek spiritualitas. Suara hati tidak dapat dibohongi dan selalu berkata apa
adanya. Kecerdasan spiritual pada diri
seseorang ditandai dengan adanya kesadaran untuk menggunakan pengalaman yang
dimilikinya sebagai bentuk aplikasi makna dan nilai. Ketika kecerdasan spiritual pada diri
seseorang berkembang dengan baik, maka pada orang tersebut akan melekat
karakteristik, antara lain mampu merasakan Tuhan dalam setiap langkah hidupnya,
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki kesadaran yang tinggi,
mampu menahan rasa sakit dan penderitaan, mampu mengambil hikmah dari suatu
kegagalan dan mengerti akan makna hidupnya. Kecerdasan spiritual adalah bentuk
kecerdasan yang hakiki. Kecerdasan ini akan membawa manusia mampu memahami
makna hidupnya, dan mengantarkannya pada kualitas terbaik serta ketinggian
derajat sebagai insan mulia.
Oleh karena itu, mengembangkan kecerdasan spiritual dalam
diri menjadi upaya penting yang harus dilakukan oleh siapa saja yang
menginginkan menjalani hidup dengan penuh makna, dengan kualitas sebagaimana
yang diperintahkan oleh SWT. Menjalani hidup dengan setia pada kebenaran,
jujur, adil, sabar, ikhlas, bermental baja, dan sebagainya. Pun kecerdasan ini
sangat diperlukan dalam pendidikan sejak dini, karena akan mencetak manusia –
manusia unggul dengan kualitas terbaik yang memiliki kebahagiaan hakiki, mampu
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan memiliki tujuan dalam hidupnya.
Karena itu pelajaran pendidikan agama di sekolah merupakan ilmu yang pokok dan
wajib diajarkan pada generasi penerus bangsa. Tetapi tentunya tak hanya sekedar
teori belaka, pengaplikasiannya pun seharusnya dapat dilakukan oleh seluruh
anak didik. Tak hanya sekedar menghafalkan buku pelajaran, guru seharusnya
dapat memasukkan nilai – nilai luhur Ketuhanan
ke dalam hati anak – anak didik dan memberikan motivasi secara spiritual
sehingga siswa pun dapat merasakan dari dalam hati, betapa berharganya ilmu ini
untuk dipelajari. Hingga akhirnya akan berpengaruh pada kehidupannya.
Kembali pada tujuan pendidikan nasional yang berelasi dengan
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, mari kita lihat bersama
pendidikan di Negara kita. Apakah sudah sejalan dengan tujuan yang ingin
diraih? Apakah sudah terbentuk generasi yang memiliki kecerdasan, nilai – nilai
luhur serta ketaqwaan yang tinggi? Kalaupun belum mari kita bersama – sama membenahi bagian – bagian yang
belum sesuai, hingga pada akhirnya Negara kita dapat mencapai tujuannya yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya dan
menciptakan generasi – generasi luar biasa ang tak hanya cerdas secara
intelektual, tetapi juga secara emosional dan spiritual.
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Makna dari Kisah Abu Thalib
- Matematika, Siapa Takut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar