Belitung Express, Kamis 3 Oktober 2013
Dewasa ini kasus berakhirnya suatu ikatan pernikahan atau biasa disebut dengan perceraian bukanlah lagi menjadi hal yang tabu di kalangan masyarakat. Hal tersebut menjadi makin marak dilakukan, bahkan sudah menjadi hal yang umum di sebagian masyarakat Indonesia. Kalaupun dulu kasus ini masih begitu jarang dan masyarakat menganggap perceraian merupakan sesuatu yang memalukan, tidaklah untuk saat ini. Buktinya angka perceraian di Indonesia terus meningkat drastis di tiap tahunnya. Tak hanya usia pernikahan yang masih seumur jagung saja yang bercerai, pasangan yang sudah menikah puluhan tahun pun juga cukup banyak yang mengajukan gugatan perceraian. Bahkan menurut Badan Urusan Peradilan Agama ( Badilag ) Mahkamah Agung ( MA ) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen. Berbagai macam faktor pun turut mendasari adanya kasus tersebut. Di antaranya yaitu ketidakharmonisan rumah tangga , tidak adanya tanggung jawab, maupun faktor ekonomi. Semua itu dapat melatarbelakangi maraknya perceraian yang terjadi di masyarakat.
Sayangnya
kemudian terkadang para orang tua menjadi lupa bahwa perceraian tidak hanya
menyangkut kedua belah pihak saja, suami dan istri. Adapun anak – anak yang
menjadi bukti cinta kasih pasangan dan merupakan amanah yang diberikan Tuhan
kepada orang tua untuk dirawat dan diberi kasih saying, menjadi terkena
pengaruh dari adanya kasus ini. Orang
tua kemudian demi kepentingannya pribadi menjadi egois untuk kemudian mengambil
keputusan saling berpisah tanpa memperhatikan dampak yang terjadi kepada anak –
anak mereka. Terlebih lagi untuk anak –
anak usia dini yang masih perlu belaian kasih saying dan begitu tergantung
dengan orang tuanya, hal tersebut tentu baik disadari ataupun tidak akan
mempengaruhi kepribadian anak. Rasa aman dan kehangatan keluarga yang menjadi
kebutuhan dasar mereka, jika tak didapatkan akan begitu berpengaruh dalam
kehidupannya baik semasa anak – anak maupun setelah dewasa. Walaupun
kadangkala, perceraian merupakan satu – satunya alasan untuk kehidupan yang
baik di antara kedua belah pihak, tetapi selalu ada akibat buruknya pada anak,
baik secara psikologis maupun secara fisik.
Biasanya
perceraian diawali oleh adanya percekcokan rumah tangga yang dibumbui dengan
pertengkaran – pertengkaran kecil dalam rumah. Hal ini tentunya akan lebih
bijak jika tidak dilakukan di depan anak. Karena ketika anak melihat orang tuanya sedang
bertengkar hal tersebut akan begitu
berpengaruh kepada perkembangan psikologis anak. Anak menjadi merasa tak aman
dan tak nyaman dengan keluarganya sendiri. Apalagi untuk anak usia dini yang
cenderung akan meneladani orang tuanya sebagai figur yang segala tutur kata dan
tingkah lakunya begitu dicontoh. Jika kemudian anak melihat kedua orangtuanya
lepas kendali dan bertengkar di depan mereka , akhirnya dia pun bisa jadi akan
mencontoh pula menjadi seorang anak yang susah mengendalikan diri . Di sekolah
dia dapat menjadi anak yang mudah terpancing emosinya dan suka bertengkar
dengan teman sebayanya. Kasus sebaliknya pun dapat terjadi, ketika melihat orangtuanya
bertengkar kemudian dia menjadi merasa ketakutan karena tak ada lagi rasa aman
dalam keluarganya. Anak akan cenderung membenci salah satu di antara kedua
orang tuanya yang dianggapnya bersalah. Rasa benci yang tertanam itulah yang
dapat mengganggu jiwanya. Dalam beberapa
kasus ketidakharmonisan hubungan rumah tangga yang berujung perceraian, ada
suami yang tega melakukan tindak kekerasan pada istri, membuat si anak yang
melihat kejadian tersebut menjadi takut kepada ayahnya sendiri, seseorang yang
seharusnya dapat menjadi seorang tokoh yang dekat dan menjadi panutannya. Hal
tersebut dapat mengakibatkan adanya ketakutan tak mendasar yang mengganggu
kehidupan psikologisnya. Rasa aman tak didapatkannya dan dia menjadi cenderung
tak dapat mempercayai satu pun orang di dunia ini karena keluarga yang dekat
dengannya saja tak sesuai dengan kondisi keinginannya. Karena itu para orang
tua harus berhati – hatti dan memikirkan akibat yang ditimbulkannya kepada anak
ketika bertengkar di hadapan mereka.
Banyak pula
kasus yang terjadi yaitu ketika anak bermasalah di sekolah, tak dapat dikontrol
dan tak mau menurut ternyata setelah ditelaah lebih lanjut ada permasalahan
pada latar belakang keluarganya. Biasanya kasus perceraian ini juga merupakan
contoh kasus yang banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Apa yang dapat
mengakibatkan anak – anak itu menjadi begitu bermasalah ? Jawabannya adalah
keegoisan para orang tua yang sibuk sendiri, memikirkan masalah pribadinya,
lupa bahwa ada anak – anak yang menjadi tanggung jawabnya. Tanpa disadari anak
– anak tersebut menjadi terbengkalai, kurang dipedulikan oleh mereka sehingga
mereka menjadi lepas control dan suka mencari perhatian dengan cara – cara yang
salah. Di antaranya dengan menjahili teman – temannya, senang berkelahi bahkan
yang lebih parah sampai pada kasus – kasus kriminal yang dilakukannya. Hal
tersebut sebenarnya upaya mereka supaya diperhatikan oleh orang tuanya. Selain
itu ketika kemudian anak menjadi lepas control yang diakibatkan orang tuanya
tenggelam dengan masalahnya sendiri, menjadikan anak tersebut tak dapat diatur karena tak ada yang mengingatkan ketika mereka
berbuat kesalahan dan tak ada yang memuji mereka ketika berbuat baik. Hal
tersebut begitu berpengaruh bagi kehidupan mereka di rumah maupun di sekolah.
Di sinilah peran guru sebagai sosok pengajar, pendidik dan pemimpin harus lebih
bisa sabar menghadapi anak – anak semacam itu dan kalau bisa memberikan solusi
yang begitu bijak sebagai orang tuanya di sekolah supaya masalah tersebut tidak
mempengaruhi siswa.
Dampak yang
diterima oleh anak ternyata terjadi tak hanya ketika pertengkaran membumbui
pra-perceraian ataupun sampai pada tahap perceraian saja. Tetapi lebih dari
itu, setelah orangtua bercerai seorang anak biasanya harus memilih salah satu
di antara kedua orang tuanya, apakah akan ikut dengan ayahnya atau ibunya.
Untuk anak yang telah cukup umur hal tersebut bisa menjadi keputusannya sendiri
karena mereka sudah cukup dewasa untuk memutuskan mana yang akan menjadi
pilihan hidupnya. Tetapi berbeda pula dengan anak – anak dengan usia dini. Anak
– anak dengan usia yang belum dewasa masih belum terlalu mengerti dengan
perceraian itu sendiri, untuk memutuskan pun mereka belum sanggup. Ikut ibu
atau ikut ayah? Hal ini bisa menjadi dampak psikologi negatif juga untuk para
anak karena mereka tak akan tahu keputusan mana yang terbaik untuk mereka
sehingga mereka akan berada dalam kondisi terjepit, dilemma yang belum
waktunya. Pada beberapa kasus, ketika dia juga mengikuti salah satu orang
tuanya, ayahnya atau ibunya, bisa jadi mereka akan menjadi tidak diterima atau diabaikan
oleh yang lainnya. Hal itu tentunya akan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa anak. Karena yang dibutuhkan mereka adalah keluarga
bahagia yang lengkap yaitu, ayah dan
ibu.
Kemudian ada
yang menyanggah, toh tak jadi masalah, bisa jadi ayah dan ibu kandungnya
kemudian menikah lagi dengan orang lain. Anak yang saat itu ikut pada salah
satu keluarganya saja akan mendapatkan sebuah keluarga baru. Hal ini bisa jadi
baik ataupun tidak. Kalaupun ibu tiri atau ayah tirinya mempunyai kepribadian baik
dan menganggap anak tersebut sebagai anaknya sendiri, hal tersebut menjadi
berita bagus karena itu berarti sosok ibu dan ayah ataupun keluarga yang
diimpikan bisa jadi terpenuhi. Tetapi bisa jadi kasusnya menjadi lebih miris,
ketika ibu ataupun ayah tirinya tidak menerima keberadaan dirinya. Anak
diperlakukan secara tidak adil dalam keluarga, membuat anak merasa terpojok dan
menjadikan kondisi psikologis anak semakin buruk. Anak merasa kesepian dan
kosong di tengah kehangatan keluarga orang tuanya. Apalagi kemudian ketika ada
saudara tiri yang lebih disayang oleh keluarga barunya. Hal tersebut akan
membuat sedih dan frustasi sang anak. Anak merasa tak dipedulikan dan kemudian
kelakuannya menjadi bisa jadi tak terkendali ataupun tertekan. Kasus seperti itu pun kerap kali ditemukan di
masyarakat.
Anak, terutama
untuk anak usia dini ataupun yang masih remaja
memerlukan perhatian dan kasih
sayang lebih oleh orang tuanya. Semua tingkah laku dan kepribadian anak bisa
jadi dia teladani dari orang tua sebagai sosok yang paling dekat dengannya.
Sosok yang menemaninya mulai sejak dia membuka mata dan menghirup udara segar
dunia. Karena itu untuk para orang tua seharusnya bisa lebih bijaksana dalam
bertutur kata, bertingkah laku ataupun mengambil keputusan. Kalaupun toh
perceraian merupakan satu – satunya jalan yang harus ditempuh karena itu
dianggap dapat membuat kehidupan menjadi lebih baik, perhatian kepada anak
seharusnya tak boleh berkurang. Berikan perhatian besar sama halnya dengan
perhatian yang diberikan ketika dia lahir, berikan pengertian secara jelas
mengenai keputusan yang diambil dan alasan – alasan yang dapat dimengerti anak.
Jangan sampai anak merasa terabaikan, tak nyaman dan merasa kehilangan keluarga
yang merupakan lingkungan terdekatnya. Karena itu semua akan mempengaruhi
kehidupan sang anak. Kondisi jiwa dan psikologis yang berdampak pada
kepribadiannya ditentukan oleh bagaimana lingkungan di sekelilingnya. Semua itu hendaknya harus dipikirkan matang –
matang oleh para orang tua.
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Makna dari Kisah Abu Thalib
- Matematika, Siapa Takut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar