Ada
sebuah kisah penuh hikmah mengenai salah
satu tokoh terpandang bagi masyarakat Mekah. Seorang tokoh yang bersama
dirinyalah Rasulullah SAW tumbuh dan dididik menjadi seorang pemuda yang jujur,
ahli dalam berdagang serta memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dialah Abu
Thalib, paman terdekat Nabi Muhammad yang merawat Muhammad sejak kecil.
Muhammad kecil yang yatim piatu
diserahkan kepada Abu Thalib untuk dijaga walaupun tanpa kemapanan
ekonomi. Dengan sepenuh hati beliau membesarkan Muhammad dan begitu mencintai
Muhammad melebihi anaknya sendiri. Dari pamannyalah, Rasulullah SAW belajar
berdagang sehingga menjadi pedagang yang sukses. Sampai saat Rasulullah
menerima wahyunya yang pertama dan mulai menyebarkan Islam pun Abu Thalib masih setia menjaga dan membela Muhammad dari
kejahatan kaum Quraisy. Padahal kala itu Abu Thalib masih terpengaruh ajaran
nenek moyang dan menolak mengikuti ajaran Allah. Tetapi, karena begitu
sayangnya seorang paman kepada keponakannya, dengan tetap berpegang teguh pada
keyakinannya, Abu Thalib tetap melindungi Rasulullah dalam berdakwah. Ketika Abu Thalib sakit dan ajalnya akan tiba,
Rasulullah menuntun pamannya untuk bertobat dengan mengucapkan Lailahailallah.
Rasulullah sendiri berjanji akan membela
pamannya nanti di sisi Allah SWT karena jasanya yang sangat besar untuk Islam
dan Rasulullah. Satu hal yang belum dilakukannya hanya mengucapkan syahadat.
Tetapi takdir berkata lain, Abu Thalib wafat sebelum dia sempat mengucapkan
syahadat dan memberikan kesedihan yang mendalam kepada Rasulullah. Sebesar
apapun Rasulullah mencintai pamannya, Rasulullah tak dapat menentukan siapa yang
berhak diberikan hidayah Tidak boleh
orang beriman untuk meminta ampunan kepada orang musyrik walaupun
kerabatnya sendiri karena jelas – jelas
bahwa orang yang musyrik merupakan penghuni
neraka. Seperti ayat yang telah
dijelaskan yaitu
إِنَّكَ لَا تَهْدِي
مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. ( Q.S. Al
Qasas : 56 )
Begitu banyak
pelajaran yang dapat kita ambil mengenai kisah di atas di antaranya yaitu
pelajaran untuk selalu bersyukur akan kenikmatan yang diberikan oleh Allah,
khususnya kita sebagai kaum muslimin. Kenikmatan yang melebihi dari bumi,
langit dan seisinya. Mari kita pahami lagi bagaimanakah definisi manusia yang
beruntung sebenarnya. Manusia yang beruntung
bukanlah orang dengan kedudukan tinggi, orang yang berkelimpahan materi ataupun
orang yang terpandang di masyarakat. Tetapi orang yang paling beruntung adalah
orang – orang yang mampu menerima petunjuk dari Allah, karena bukanlah manusia
yang memberikan petunjuk, tetapi Allah sendiri yang memberikan petunjuk-Nya,
hanya kepada orang – orang yang dikehendaki-Nya karena hanyalah Allah lah yang
Maha Mengetahui. Mengambil hikmah dari kisah di atas, Abu Thalib begitu banyak kebaikannya dan jasanya untuk
Islam dan mempunyai kesempatan besar untuk bersama Rasulullah di surga.
Sayangnya semuanya hanya sia – sia belaka, karena dia tidak mau mengakui adanya
Allah sampai ajal menjemput. Padahal dia
adalah orang terdekat Rasulullah. Mengapa orang – orang yang jauh dari
Rasulullah bisa jadi beriman kepada Allah sedangkan kerabatnya sendiri tidak?
Bisa dijadikan bahan perenungan bahwa hal tersebut bukanlah jaminan. Hanya Allah lah yang berhak memberikan
petunjuk kepada manusia, sedangkan Rasulullah juga seorang manusia biasa yang
diutus Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya. Bersyukurlah kita yang pada detik
ini masih diberi kenikmatan iman dan Islam. Tak perlulah kita iri kepada orang
yang memiliki harta lebih, status social tinggi atau kedudukan terpandang. Yang
patut kita iri ialah manusia yang mudah menerima petunjuk, yaitu manusia yang
selalu dekat dengan Allah, tetap istiqomah menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Rasa iri itu tentunya sebagai sarana motivasi kita untuk
memperbaiki diri terus menerus dan meningkatkan kualitas diri kita di hadapan
Allah. Karena itu marilah kita belajar
mulai dari sekarang, belajar membuka mata hati kita, lebih mendekatkan diri
kepada-Nya sehingga hati kita dapat dengan mudah menerima petunjuk dari-Nya dan
akhirnya kita dapat berpulang kepada-Nya dengan keadaan Khusnul Khotimah. Aamiin
Ya Rabbal ‘Alaimin.
Semoga memotivasi ...mari sama - sama belajar menjadi muslim sejati ...Selamat berjuang !! Allahu Akbar !!
Semoga memotivasi ...mari sama - sama belajar menjadi muslim sejati ...Selamat berjuang !! Allahu Akbar !!
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Matematika, Siapa Takut ?
Islam
- Metode Menghafal Al Qur'an ala Gaza ( 3 )
- Metode Menghafal Al Qur'an ala Gaza ( 2 )
- Metode Menghafal Al Qur'an ala Gaza ( 1 )
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Kisah Nyata Keajaiban Shalat Tepat Waktu
- Akibat bagi Orang yang Meninggalkan Shalat
- Keajaiban Shalat Tahajud
- Di Balik Doa yang Tak Terkabul
- Secuil Motivasi
- Insya Allah ( by Maher Zain )
- Kekuatan Ikhlas
- Arti Bacaan Shalat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar