Aku
menatap kosong ke hadapan layar computer yang ada di depanku. Letih rasanya
seharian duduk menghadapi angka – angka di dalam layar yang rasanya makin lama
makin kian berlari, kabur dari pandangan. Sesekali kuusap mataku di balik
kacamata yang rasanya tingkat kerabunanannya kian meninggi, mungkin akibat
radiasi computer yang memang menjadi tuntutan profesiku hamper di setiap
harinya. Rasanya aku mulai lelah dengan semua ini, aku merasa bosan, bosan dengan
rutinitasku setiap harinya. Pagi bangun, berangkat kerja, duduk di depan
computer sampai sore, atau sampai malam kalaupun lembur mengerjakan hal yang
sama, kemudian pulang dan begitu seterusnya. Semuanya menjadi tidak menarik
lagi, rasa – rasanya tak ada satupn hal yang berkembang dari diriku. Seperti
saat ini, aku kebetulan sedang tak ada yang dikerjakan. Rasa bosan mulai
menjalari tubuhku, masih jam 1 siang, masih ada 4 jam lagi untuk pulang dari
kantor. Fiuhhh …apa yang harus kulakukan sekarang.
Apakah
ini waktunya yang tepat, pikiranku menerawang.
Aku sebenarnya masih ragu, ini merupakan pilihan yang tak mudah bagiku.
Akan banyak konsekuensi yang diakibatkan, tetapi aku harus segera lepas dari
semua ini. Aku sedang mencari impian baru, udara segar kehidupan, yang akan
membuat diriku yang baru ini muncul. Aku mengambil sesuatu di tas coklatku,
sebuah amplop putih. Aku menatap amplop itu lekat – lekat, amplop ini sudah
seminggu berada di tasku tanpa aku pernah menjamahnya, karena aku ragu, apakah ini benar – benar akan menjadi
keputusanku yang bijaksana, lalu bagaimana dengan orang lain, bagaimana dengan
ibuku, ayahku, adik – adikku. Itu tentunya tidak mudah bagi mereka untuk
menerimanya, bagaimana tidak, aku begitu diharapkan, sebagai anak tertua yang
sudah bekerja dengan orang tua yang menganggur dan adik yang masih sekolah, hal
itu tentu menjadi beban tersendiri bagi keluarga. Tetapi bukankah orangtuaku
sudah merestui di kala itu, kataku dalam hati. Ayolahhh…..ini kesempatanmu dan
kesempatan tidak datang dua kali, hati kecilku mulai memanas – manasi. Tapiii
…… Sudahh…tidak ada tapi – tapi lagi. Rejeki itu Allah yang mengatur, rejeki
bukan datang dari perusahaan tempat kita bekerja atau dari bos kita tetapi dari
Allah. Allah yang Maha Pemberi Rejeki, mengapa begitu takutnya melepas
pekerjaan dengan asumsi belum tentu mendapat pekerjaan lain yang lebih layak,
yang terpenting yaitu kita menjalani semua pekerjaan kita dengan ikhlas
sehingga bisa dinilai ibadah di sisi Allah. Suara hati kecilku yang super bijak
menasihati diriku sendiri. Rasanya aku seperti gila bercakap – cakap seorang
diri. Baiklah…akan kumantapkan hatiku.
Aku
mulai beranjak dari kursiku ke ruangan dimana manajerku berada. Aku mengetuk
pintu perlahan. Kemudian beliau mempersilakanku masuk dan duduk di hadapannya.
“
Ada apa Kamilia?” tanyanya ingin tahu.
“ Ibu..ini untuk ibu, “ ujarku
sambil menyerahkan amplop itu kepada manajerku.
“ Apa ini ?” tanyanya penasaran
seraya membuka untuk mengetahui apa gerangan isi yang ada di dalamnya. Beliau
membaca sekilas apa isi suratku. Aku menatapnya lekat – lekat, harap – harap
cemas. Kemudian beliau mengalihkan pandangannya dari surat di tangannya,
menatap ke arahku.
“ Surat pengunduran diri...kamu
yakin???” tanyanya.
Aku terdiam sesaat kemudian mengangguk
mantap.
“ Apakah kamu sudah memikirkannya
matang – matang. Kamu tahu kan ini kesempatan emas yang kamu lepaskan, kalau
kamu terus disini mungkin jenjang karirmu akan terus meningkat, “ manajerku
mulai menasihati.
“ Tidak apa, Bu. Ini sudah menjadi
keputusanku dan aku sangat yakin dengan hal itu, “ kataku tegas.
***
“ Ayo …. Sekarang ibu absen dulu ya
satu persatu … Ani ….”
“ Saya Bu, “ seorang gadis manis
berkuncir dua bergaya kelinci mengangkat tangannya.
“ Denii…”
“ Hadirr…” lelaki bertubuh cilik
berponi macam boyband itu mengangkat tangannya.
“ Rino…”
“ Ada buuuu….”
Aku mengabsen satu persatu anak di
depan kelas
“ Luar biasa anak – anakku hebat
semua karena semua rajin datang ke sekolah setiap hari, “ kataku sambil
tersenyum bangga, “ Baiklah mari kita mulai pelajaran kita hari ini ya anak -
anak, “ tambahku dengan bersemangat.
“ Kamilia, “
“ KAMILIAAA” ulang wanita separuh
baya di depan kelas dengan nada tinggi
“ Eh iya bu…apa bu…saya bu,”aku
terbata – bata kebingungan.
“ Hwahahaha,” tak lama seisi kelas
tergelak terbahak – bahak, suasana menjadi ricuh seketika. Aku kecil mencoba
memandang ke sekeliling, berusaha memulihkan kesadaran, sepertinya aku tadi entah sedang bermimpi
atau melamun. Ketika kesadaranku mulai berangsur normal, aku tahu ternyata aku tengah mengikuti pelajaran
di kelas. Aku kecil bukan seorang guru, tetapi aku hanyalah seorang siswi
berseragam merah putih dengan pikiran yang tadinya melayang entah kemana.
“ Ayo jawab pertanyaan Ibu tadi, “
Bu Tutik guru kelasku kembali mengintruksiku dengan nada tinggi.
“ Eh ituu…” aku bingung , “
Pertanyaannya apa ya, Bu?” tanyaku pasrah.
“ Hwahahahaha……,” kembali seisi
kelas ricuh, beberapa orang memegangi perutnya, tertawa berlebih saking
bahagianya melihatku menderita. Aku memandang kesal kepada teman – temanku,
keterlaluan memang mereka, bersenang – senang di atas penderitaan orang lain,
kataku dalam hati.
“ Sudah …sudah…., “ Bu Tutik
menenangkan, “ Ibu lihat dari tadi kamu melamun saja, padahal dari tadi ibu
memanggilmu. Ibu tadi bertanya…apa cita – citamu ketika besar nanti. “
Tanpa berpikir panjang dan dengan
yakin aku menjawab,” Ohh… Saya ingin menjadi seperti ibu…menjadi seorang guru…supaya
dapat bermanfaat bagi banyak orang. “
Bu Tutik mengangguk sambil
tersenyum, sepertinya kekesalannya terhadapku sudah mulai mereda.
“ Dia mah guru pemimpi bu, “ tiba –
tiba seorang temanku nyeletuk membuat seisi kelas kembali terbahak. Aku hanya
diam pasrah.
***
Saat ini aku tengah berada di ruang
keluarga bersama ibuku. Aku menatap beliau penuh harap, sedangkan yang ditatap
malah menatap kosong ke depan layar televisi. Terlihat jelas bahwa walaupun
pandangan ibu ke depan sinetron yang sedang diputar di layar kaca, tetapi
pikiran beliau tidak ke arah sana. Ibuku seakan sedang berpikir keras.
“ Kamu sudah yakin dengan
keputusanmu, “ tanya ibuku membuka pembicaraan.
“ Sangat yakin, “ jawabku tegas tanpa basa – basi.
“ Ibu hanya mengingatkan, zaman
sekarang, ada ribuan orang di Indonesia ini yang susah mencari kerja, malahan
banyak sarjana yang menganggur…dan sekarang kamu sudah punya kerjaan enak, gaji
lumayan….yakin mau kau lepaskan begitu saja. “
Aku mengangguk, “ Aku bosan Bu kerja
di kantor. Komputer…computer…dan computer satu – satunya barang yang dilihat
setiap hari. Jenuh…”
“ Kamu pikir enak menjadi guru. Gaji
tak seberapa, belum lagi menghadapi anak – anak yang susah menangkap pelajaran
dan tak bisa diatur. Apakah kamu sanggup?, “ tanya ibuku ragu.
“ Justru itu aku ingin belajar, itu
memang tantangan menjadi guru. Aku tahu memang mengajar bukanlah hal yang
mudah, tetapi aku rasa aku akan sanggup menjalaninya. “
Ibuku menghela napas panjang. Tak
habis pikir bagaimana mengubah pendirianku yang begitu keras. Apa sebenarnya
yang dipikirkan anak ini, ibuku bertanya sendiri, sudah enak – enak kerja di
kantor malah cari yang susah, mengajar di pelosok daerah dengan fasilitas yang
minim, sementara di luar sana para sarjana sedang berebut mengisi kedudukanku
sekarang. Tetapi ibu tahu betul bagaimana aku, aku orang yang keras pendirian,
sejak kecil memang begitu, dan aku pun mewarisi sifat itu dari ibuku pula. Aku
bukan orang yang dapat dipaksa.
“ Baikah kalau itu sudah menjadi
keputusanmu, “ ibuku akhirnya menyerah, “ Ini adalah hidupmu. Toh kamu yang
menjalaninya. Ibu hanya dapat mendoakan semoga ini jalan yang terbaik untukmu.
“ Terima kasih Bu. Aku janji tak
akan mengecewakan siapapun, “aku tersenyum bahagia. Restu orang tua sudah
kudapatkan. Selangkah lagi, cita – cita besarku yang kuidam – idamkan sejak kecil
akan tercapai, “Menjadi Seorang Guru”.
***
Dear
Allah …
Allah
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hari ini aku bermain guru – guruan lho
di rumah. Asik sekali rasanya. Muridku ada 26 orang, dari yang huruf depannya A
sampai dengan yang huruf depannya Z semua ada. Pelajaran hari ini yaitu
Matematika dan Bahasa Inggris, Allah tau kan kalo itu pelajaran – pelajaran
kesukaanku di sekolah. Aku pingin deh ya Allah, suatu hari nanti kalo aku udah
besar aku bisa jadi guru beneran. Soalnya asik sih jadi guru, bisa ngajarin
anak biar semuanya bisa jadi pandai. Aku senang kalau semuanya pandai…nantinya
kan bisa ranking 1 semua satu kelas…hahahaha ^_^
Allah…tadi
Pak Ustadz cerita pas ngaji di TPA.
Katanya salah satu amal yang tidak akan putus walaupun kita meninggal itu ilmu yang bermanfaat. Guru kan tugasnya
membagi ilmu ya Allah …jadi kalo aku bisa jadi guru nanti amalku yang aku bawa
jadi buanyakkkkk…Aku mau amal yang banyak biar bisa masuk surga. Kata pak
Ustadz di surga ada apa aja yang kita inginkan, jadi nanti aku bisa makan es
krim susu sepuasnya…yeyeyeye…..Jadi bantu aku ya Allah ya biar bisa jadi guru .
Ya Allah ya …Plissssss
Udah
dulu ya Allah…aku mau bobok dulu biar besok nggak kesiangan datang ke sekolah.
Makasih Allah udah menemaniku malam ini.
Aku kecil menutup buku harianku dan
menyimpannya di lemari belajarku. Kemudian aku kecil membaringkan tubuhku di
atas kasur, menarik selimutku dan segera menuju ke alam mimpi, berharap mimpi –
mimpi indah di kepalaku bisa terwujud nyata.
***
“
Ayo …. Sekarang ibu absen dulu ya satu persatu … Fitri ….”
“ Saya Bu, “ seorang gadis manis
berambut pendek sebahu mengangkat tangannya.
“ Rehan…”
“ Hadirr…” lelaki bertubuh paling
tinggi di kelas itu itu mengangkat tangannya.
“ Amar…”
“ Ada buuuu….”
Aku mengabsen satu persatu siswa di
depan kelas
“ Luar biasa anak – anakku hebat
semua karena semua rajin datang ke sekolah tiap hari, “ kataku sambil tersenyum
bangga, “ Baiklah mari kita mulai pelajaran kita hari ini, “ tambahku dengan
bersemangat.
“ Lisa, “
“ LISAAA” ulang wanita separuh baya
di depan kelas dengan nada tinggi
“ Eh iya bu…apa bu…saya bu,”gadis
kecil yang kupanggil terbata – bata kebingungan.
“ Hwahahahaha ……..,” tak lama seisi
kelas tergelak terbahak – bahak, suasana menjadi ricuh seketika. Dia mencoba
memandang ke sekeliling memulihkan kesadaran,
sepertinya dia tadi entah sedang bermimpi atau melamun. Ketika
kesadarannya sudah berangsur normal, dia tahu ternyata dia tengah mengikuti pelajaran di
kelas. Gadis kecil itu bukan seorang guru, tetapi hanyalah seorang siswi berseragam merah putih
dengan pikiran yang tadinya melayang entah kemana.
“ Ayo jawab pertanyaan Ibu tadi, “
aku kembali mengintruksinya dengan nada tinggi.
“ Eh ituu…” dia bingung , “
Pertanyaannya apa ya, Bu?” tanyanya pasrah.
“ Hwahahahaha……,” kembali seisi
kelas ricuh, beberapa orang memegangi perutnya, tertawa berlebih saking bahagianya
melihatku menderita. Dia memandang kesal kepada teman – temannya, keterlaluan
memang mereka, bersenang – senang di atas penderitaan orang lain, katanya dalam
hati.
“ Sudah …sudah…., “ aku menenangkan,
“ Ibu lihat dari tadi kamu melamun saja, padahal dari tadi ibu memanggilmu. Ibu
tadi bertanya…apa cita – citamu ketika besar nanti. “
Tanpa berpikir panjang dan dengan
yakin dia menjawab,” Ohh… Saya ingin menjadi seperti ibu…menjadi seorang
guru…supaya dapat bermanfaat bagi banyak
orang. “
Aku tersenyum . Kejadian Ini cukup
lucu bagiku. Kembali teringat kejadianku di masa kecil yang sama persis, apakah
ini pertanda dia akan menjadi sepertiku, calon generasi penerus di masa yang
akan datang. Entahlah itu masih menjadi misteri Illahi.
“ Lisa … guru adalah profesi yang
mulia. Tetapi ingatlah, menjadi guru itu bukan hanya demi mencari uang semata,
tetapi lebih dari itu yang akan kamu dapatkan …keberkahan hidup, kualitas diri
yang meningkat…asalkan kamu mau terus belajar dan bekerja sungguh – sungguh, “
kataku sambil menatap gadis cilik itu, “Ibu tahu kamu akan menjadi guru yang
baik..yang bisa membawa keberhasilan pada siswa – siswimu. Jangan pernah
lupakan cita – citamu Nak ! Ketika besar nanti jangan sampai kau lupakan
keinginanmu yang amat mulia ini, “ tambahku meyakinkan.
“ Iya Bu, “ katanya sambil
mengangguk mantap, “ Aku akan menjadi seorang guru.”
***
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Makna dari Kisah Abu Thalib
- Matematika, Siapa Takut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar