From Bu Hen
01-01-2013
11:47:16 am
Ba sudh nype
mana skrng?blz
01-01-2013
12:09:17
Hti2 ya nak, Ibu
dn Bapa kayanya ditinggal mati aja, maunya nangs aja dari tdi, doain aja ya nak
ibu dn bapa spya banyk rizki dn sht, kmu nggk apa2 dimbl?
01-01-2013
08:40:27 pm
Bak dh nype blm,
mari kta mkn brsma ibu dn bapa, ibu sedng mkn
01-01-2013
09:06:59 pm
Bgaimana slmt
smuanya? Trimaksh klu slmt
02-01-2013
12:39:36
Ass,,bak dh mkn
siang blm? Ibumh sdng mkn siang disaung, mri kta mkn brsma, bnr ba puisi yg ibu
buat bukan omong bohong tpi bikn ibu nangs aja teringt kmu dn jg tmn2 yg biasa
krmh ibu, blngin sma tmn ibu tk than mndgr suarmu
03-01-2013
05:31:48 pm
Tdi ibu bkn krpk
pisang smbl nangs tringt kamu ska blng sma ibu, msk apa ibu?itu tringat aja,
sdh dimkn kripiknya?
From Pak
Ruskanda
01-01-2013
08:38:29 pm
Ba yusi, apa
kesalahan bapa dan apa kekurangannya mohon dimaafpin dan adik kamu didi bapa
sembuhka nangis sama ibu doakan ba’ beri
rizki da umur yang panjang nanti bisa ketemu lagi
02-01-2013
02:48:45 pm
Ba didi cariin
katanya makan ba. Sambil nangis katanya kemana
Tertegun aku melihat sms - sms
yang dikirimkan oleh bapak dan ibu baruku dari Kampung Tambleg. Pesan yang
dikirim bahkan hanya beberapa jam setelah aku berangkat ke Bogor. Begitu menyayat hati. Aku tak
menyangka keluargaku itu begitu menyayangiku.
Aku tak pernah menerima pesan – pesan seperti itu dari keluarga asliku. Aku begitu heran karena itu tampak begitu
berlebihan bagiku, tapi mungkin begitulah cara mereka mengungkapkan emosi
mereka. Begitu ekspresif. Sebegitu berartikah aku di mata mereka. Teringat
tangisan dan pelukan ibuku ketika aku berpamitan setelah 3 minggu kami tinggal
bersama. Hanya 3 minggu tapi meninggalkan seribu makna. Keluarga yang baik hati
yang membuatku begitu trenyuh. Ibuku yang begitu perhatian dan sabar, juga bapakku yang luar biasa rajinnya. Bapakku
di waktu luangnya tak segan – segan mengurusi urusan rumah tangga seperti
memasak, menyapu ataupun mengepel di rumah. Mereka begitu rendah hati, selalu
mengatakan bahwa mereka tak punya apa – apa, tak bisa memberi apa – apa,
padahal banyak sekali yang mereka berikan kepadaku. Keluarga yang sederhana yang mengajarkan
banyak hal mengenai kehidupan.
Di pagi hari, sebelum subuh berkumandang
mereka sudah terbangun dan dengan kompaknya membuat api di atas “hau” untuk
memasak air dan nasi. Udara dingin yang menusuk tulang – tulang rusukku seakan
tak terasakan oleh bapak ibuku. Tampak raut keikhlasan dan ketulusan di wajah
mereka. Ada lagi hal yang membuatku terharu. Kebetulan kamar mandi yang kami
punyai adalah kamar mandi tadah hujan, yaitu kamar mandi yang airnya berasal
dari air hujan yang ditampung dan disaring. Jadi keberadaan air di kamar mandi
tergantung hujan yang turun, kalau tidak ada hujan bak akan kosong. Semakin
deras hujannya maka air yang tertampung semakin banyak, begitu pula sebaliknya.
Di rumahku, terkadang air tinggal sedikit jika tidak ada hujan ataupun jika
hujan yang turun sedikit. Tetapi ibuku selalu menenangkanku dan berkata “ Sudah
mbak..nggak usah khawatir dengan airnya. Dipakai saja, biar nanti ibu ke sumur
aja, “ katanya. Memang terkadang ibu melakukan aktivitas yang membutuhkan air
seperti mandi, mencuci piring ataupun mencuci baju di sumur umum. Terkadang
juga bapakku bela – belain mengangkut air untuk memenuhi isi bak mandi. Kadang
ketika air yang di bak tinggal sedikit, aku tak enak untuk menggunakan air
banyak – banyak, kuurungkan niatku untuk mencuci. Ibuku sepertinya bisa membaca
pikiranku seraya berkata “ Kalau mau nyuci ya nyuci aja mbak. Nggak usah dipikirin masalah airnya. Nanti
biar bapak dan ibu ke sumur aja. “ Terus terang aku merasa terharu melihat
pengorbanan mereka yang tulus. Mereka rela berkorban mengesampingkan
kepentingan mereka demi aku. Walaupun aku baru dalam kehidupan mereka, tetapi
mereka sudah menganggapku seperti anak sendiri. Pernah juga suatu ketika aku
merendam cucian untuk kemudian kucuci. Tetapi saat aku mau mencucinya aku
melihat bajuku sudah tidak ada di kamar mandi. Aku mencarinya kemana – mana dan
ternyata aku melihat bajuku sudah ada di jemuran. Ibuku mencucikan bajuku. AKu
benar – benar merasa tak enak hati. “ Nggak pa-pa mbak. Itu tadi sekalian ibu
nyuci juga jadi ibu cucikan ,“ kata ibuku beralasan. Aku hanya terdiam tak tahu harus berkata apa.
Begitu pun kalau aku pergi kemana – mana,
kalau aku pergi lama sedikit saja mereka akan mencariku ke rumah – rumah di
desa. Perhatian yang luar biasa sekali menurutku. Ahh…aku jadi begitu merindukan mereka. Kalimat
khas mereka setiap waktu makan “ Mbak …makan mbak …” yang selalu ditirukan oleh
adikku Didi masih terbayang jelas diingatanku. Karena itu, membaca sms bapakku
yang terakhir selalu membuatku ingin menangis. Kapan ya kami akan bertemu
kembali? Semoga jarak dan waktu tidak akan dapat memisahkan kedekatan hati
kami.
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Makna dari Kisah Abu Thalib
- Matematika, Siapa Takut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar