1. Sejarah
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
PMR tidak dapat
dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971,
berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut diambil dari nama
pendirinya, yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905 – 1990), seorang penulis,
pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.
Sejak tahun
1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap
pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic
Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa
itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana
matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang
sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif
matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan
siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari
berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber
belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari
penyelesaian yang berkait dengan konteks (context-link solution), siswa
secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang
lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat
mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir
matematik yang lebih tinggi.
2. Perlunya Mengembangkan PMR
Orientasi
pendidikan kita mempunyai ciri: cenderung memperlakukan peserta didik berstatus
sebagai obyek; guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan
indoktriner; materi bersifat subject-oriented; dan manajemen bersifat
sentralistis. Orientasi pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan
kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang
relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan pekerjaan, terlalu
terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak sejalan dengan
pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian.
Teori PMR
sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme
dan pembelajaran kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat
CTL) . Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun CTL mewakili teori
belajar secara umum, PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan
khusus untuk matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep PMR sejalan
dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang
didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang
matematika dan mengembangkan daya nalar. Salah satu pertimbangan mengapa
Kurikulum 1994 direvisi adalah banyaknya kritik yang mengatakan bahwa materi
pelajaran matematika tidak relevan dan tidak bermakna.
3. Konsepsi PMR
Beberapa
konsepsi PMR tentang siswa, guru dan tentang pengajaran yang diuraikan berikut
ini mempertegas bahwa PMR sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga ia
pantas untuk dikembangkan di Indonesia.
·
Konsepsi tentang siswa
Hadi (2005)
menyatakan bahwa PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
(a) Siswa
memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya.
(b) Siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk dirinya sendiri
(c) Pembentukan
pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi,
modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
(d) Pengetahuan
baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat
ragam pengalaman.
(e) Setiap
siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematika
Selain konsepsi
tentang siswa, PMRI juga merumuskan peran guru dalam pembelajaran yaitu (Hadi,
2005) :
·
Peran guru
a. Guru hanya
sebagai fasilitator belajar.
b. Guru harus
mampu membangun pengajaran yang interaktif
c. Guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar
dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil.
d.
Guru tidak terpaku pada materi yang
terdapat dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia
riil baik fisik maupun sosial.
·
Konsepsi tentang pengajaran:
Langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan PMRI meliputi aspek-aspek berikut:
Pendahuluan:
1) Memulai
pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan
pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam
pembelajaran secara bermakna
2) Permasalahan
yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran tersebut
Pengembangan:
1)
Siswa mengembangkan atau menciptakan
model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang
diajukan
2)
Pengajaran berlangsung secara interaktif:
siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya,
memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,
menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain
Penutup /
Penerapan:
Melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran
4.
Karakteristik PMRI
Matematika dengan pendekatan realistik dikatakan bahwa matematika
sebagai aktivitas manusia dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara
lain, bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan
bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika
tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia
riil” (Hadi, 2004). Adapun karakteristik PMRI meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Menggunakan Konteks “Dunia
Nyata”
Dalam PMRI,
pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga
memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian
(inti) dari konsep yang sesuai dari situasi yang nyata dinyatakan oleh De Lange
(1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa
akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat
mengaplikasikan konsep -konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied
matematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika
dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman
sehari-hari (mathematization of everyday
experience) dan penerapan
matematika dalam kehidupan sehari-hari (Cinzia Bontto, 2000)
2) Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah
model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed 16 I Gusti Putu Suharta,”Matematika
Realistik: Apa dan Bagaimana?” models). Peran self developed
models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi riil ke situasi abstrak
atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan
dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah
menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of
akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan
menjadi model matematika formal.
3) Menggunakan produksi dan
konstruksi
Streefland
(1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk
melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Strategi strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual
merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu
untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4) Menggunakan interaksi
Interaksi
antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMRI. Secara eksplisit
bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju,
tidak setuju, pernyataan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal
dari bentuk-bentuk informal siswa.
5) Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
Dalam PMRI
pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran
kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain maka akan berpengaruh pada
pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan
yang lebih kompleks dan tidak hanya aritmetika, aljabar atau geometri tetapi
juga bidang yang lain.
5.
Prinsip
dalam PMRI
Salah satu
kegiatan inti dalam pembelajaran matematika dengan PMRI adalah diskusi kelas
tentang situasi masalah dan prosedur pemecahannya. Adanya prosedur pemecahan
masalah yang bermacammacam memungkinkan terjadinya diskusi yang mengarahkan
siswa kepada refleksi tentang prosedur pemecahan masalah. Prinsip penting dalam
pendekatan ini adalah sebagai berikut:
1) Siswa
harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang mirip dengan proses
ditemukannya konsep, prinsip atau prosedur matematis.
2) Situasi
masalah yang diselidiki oleh siswa harus dipilihkan yang mengandung penerapan
matematika yang sudah diantisipasi oleh guru serta yang dapat menimbulkan
matematisasi.
3)
Memungkinkan siswa membentuk model yang merupakan jembatan antara pengetahuan
informal dan matematika formal.
sumber : laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mengenai Materi Bangun Datar Melalui Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia Siswa Kelas 3A SDN Parung 04 Bogor oleh Yusi Rizki Gustiesa
BACA JUGA :
Matematika
- Susahnya Matematika K13
- Minimal Saldo di Bank Supaya Tidak Berkurang
- Perbandingan Angsuran antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- 5 Kampus dengan Jurusan Matematika Terbaik di Indonesia
- Pembelajaran Geometri
- Matematika dalam Pendidikan
- 7 Jurusan yang Lulusannya Bergaji Besar
- kendali logika fuzzy pada mesin cuci
- Me and mathematics
Tidak ada komentar:
Posting Komentar