Siang
itu matahari menyapa begitu teriknya, tetapi
tak mampu menggoyahkan semangatku untuk mempercepat langkahku menuju
tempat dimana hatiku berada. Tempat di mana keceriaan dan kepolosan terpancar
oleh malaikat – malaikat kecil tanpa sayap yang berniat menuntut ilmu sebagai
bekalnya menuju masa depan. Mereka yang
membuatku selalu mengisi pikiranku dan bersemangat menjalani hidupku untuk
terus membagikan sedikit ilmu yang kutahu supaya dapat bermanfaat bagi mereka.
Aku berjalan di pinggiran jalan raya yang saat itu sedang ramai hiruk pikuk
kendaraan berlalu lalang. Tak heran, saat ini tepat menunjukkan pukul 12 siang,
dimana orang – orang yang sedang beristirahat dari aktivitasnya masing – masing
sibuk mengisi energy tubuhnya, mencari makan siang di warung – warung pinggir
jalan. Aku terus menyusuri jalan sambil menutup hidungku mengurangi gas karbon
yang dimungkinkan akan masuk ke dalam paru – paruku karena padatnya kendaraan.
Ingin rasanya cepat sampai ke tempat tujuanku berada.
Akhirnya
kulihat tikungan di depanku. Lega..memasuki gang kecil dan meninggalkan padatnya kendaraan yang
menghiasi jalan raya. Perlahan – lahan suara deruman mobil dan klakson –
klakson kendaraan bermotor mulai menghilang. Beberapa meter aku berjalan,
akhirnya ku sampai juga pada tujuanku, sekolah tempatku mengajar. Aku berhenti
sejenak menarik napas panjang dan membersihkan peluh yang menghiasi tubuhku. Itulah
Rrsiko sebagai guru yang masuk di siang hari. Dari kejauhan kulihat malaikat –
malaikat kecil berseragam merah putih itu berlarian menghampiriku. “ Ibu …….,”
panggil mereka. Aku tersenyum, rasa
lelah yang tadi sempat bersemayam di tubuhku seakan menghilang entah kemana.
Mereka menyodorkan tangannya ke arahku, menyalamiku dengan sangat antusias. “
Apa kabarnya semua?” tanyaku dengan semangat yang tak mau kalah dengan mereka.
“ Baik bu …… “ jawab mereka kompak. “ Hari ini ibu mengajar kelas kami kan,
Bu?” Tanya seorang anak perempuan bernama Zahra. Aku mengangguk mengiyakan. “
Hore…..” mereka bersorak sorai. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku
mereka. Tetapi tiba – tiba seorang anak laki – laki bertubuh gendut memprotes,
“ Ibu curang ……, “ teriaknya sambil cemberut, “ Curang kenapa? Jelaskan pada
ibu Nopal , “ kataku ingin tahu. “ Dari kemarin ibu mengajar kelas A terus
…kapan ibu akan masuk kelas kami ?” tanyanya. Lagi – lagi aku tersenyum. “
Nopal, tugas ibu memang mengajar kelas A, kan di kelas kalian sudah ada Bu Lia
yang mengajar. “ Aku menjelaskan perlahan. Memang aku saat ini mendapat tugas
mengajar di kelas 3 A yang terkadang membuat kelas 3B iri. “ Ahh…pokoknya ibu
curang, “ katanya lagi sambil berlari masuk ke dalam kelas. Aku hanya
menggeleng – gelengkan kepalaku. Ada – ada saja tingkah laku mereka. Bel
sekolah berbunyi tanda pelajaran segera dimulai, aku melangkahkan kakiku ke
dalam kelas siap membekali dan mendidik mereka dengan ilmu – ilmu baru.
***
“
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, “ sapaku pada siswa – siswi kelas
3A.
“
Wa’alaikumsalam Warrahmatullahi Wabarakatuh .” jawab mereka serempak.
“
Apa kabar? “
“
Alhamdulillah …luar biasa…Allahu Akbar!!!”
“
Luar biasa ya semangatnya kelas 3A, “ ujarku sambil tersenyum “ Bagaimana
perasaannya hari ini?” tanyaku. Seperti biasa setiap hari aku selalu menanyakan
kabar pada mereka.
“
Senaaaaaaang Buuuu, “ jawab mereka dengan penuh antusias.
“
Apa ada yang lagi sedih ataukah lagi galau?” tanyaku pada mereka.
“
Caturrrrr…..” mereka menunjuk kepada salah seorang teman mereka yang lucu dan
sering menjadi candaan teman – teman yang lain. Sementara anak yang ditunjuk
sudah siap – siap bersembunyi di bawah kolong meja karena tahu teman – temannya
akan menunjuknya.
“
Baiklah….supaya Catur tidak galau lagi bagaimana kalau kita suruh Catur
memimpin tepuk pada hari ini. Setuju????”
“
Setujuuuuuu, “ jawab mereka antusias.
“
Ayo maju Catur, “ perintahku “ Coba pimpin teman – temannya untuk tepuk
semangat. “ Anak yang disuruh malu – malu sambil tersenyum, perlahan – lahan
keluar dari bangkunya maju ke depan kelas.
“
Tepuk semangat !!!” teriaknya lantang. Teman – temannya langsung mengikuti, “
Se se….se se…..seeeeemangattttt!!!” lengkap dengan gaya semangatnya. Sungguh
aku tak akan dapat melupakan wajah semangat mereka menjelang pelajaran setiap
harinya. Wajah – wajah yang selalu menyambutku dengan senyuman, untuk kemudian
bersalaman mencium tanganku, menggandeng tanganku dan memelukku sebelum masuk
ke dalam kelas dan dengan antusiasnya
memperhatikan pelajaran yang aku berikan. Sungguh aku akan merindukan masa –
masa itu.
***
Tak
terasa sudah dua setengah bulan aku berada di sekolah ini dan hari ini tugas
terakhirku mengajar di sekolah. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi
satu. Sekolah ini sudah menjadi bagian dari hidupku, yang mengajarkanku banyak
hal mengenai kehidupan. Bertemu dengan anak – anak yang menggemaskan dan unik,
berbeda satu sama yang lain. Itulah yang memberikan warna dalam kehidupanku.
Rasanya aku tak sanggup meninggalkan mereka, sedih pastinya. Aku tak tahu kapan
lagi aku akan dapat bertemu dengan mereka.
“
Baiklah anak – anak, “ kataku pada mereka di dalam kelas “ Ibu mau kalian menulis surat untuk ibu
sebagai kenang- kenangan, bisa berupa pesan atau kesan yang ingin kamu
sampaikan untuk ibu. Selama mereka menulis aku perhatikan wajah mereka satu
persatu, aku puas puaskan memandangi
malaikat – malaikat kecil tanpa sayap tersebut. Wajah – wajah tanpa dosa dengan
senyum dan tangis yang tulus tanpa ada kepura-puraan. Selesai menulis surat
mereka berinisiatif memberikan kenang – kenangan untukku. Tak disangka mereka
secara berkelompok telah berlatih membuatkan tarian untukku. Tarian lucu “
Beautiful “ ala Cherrybelle yang membuatku berdecak kagum dibuatnya. Sungguh
menggemaskan tingkah polah mereka. Kepercayaan diri dan kelincahan tubuh yang
mereka tuangkan dalam gerakan – gerakan tarian membuat seisi kelas dan aku-pun
bertepuk tangan meriah. Tak ada yang mengajari, tetapi mereka cukup lihai
melakukannya. Ada juga yang mengisi acara dengan menyanyi ala pengamen jalanan
dengan lagu yang sering dinyanyikan oleh pengamen, membuatku bertanya – dari
mana mereka belajar lagu semacam itu? Setelah itu, semua anak di kelas tanpa kusuruh
membuatku terharu dengan menyanyikan lagu “ Bunda” Melly Goeslaw yang membuat
beberapa anak terisak – isak mengeluarkan air mata , menangis, dengan raut
wajah sendu yang membuatku tak tega, pula ketika menyanyikan lagu guruku tersayang
yang pernah dinyanyikan oleh AFI Junior
Guruku tersayang guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis mengerti banyak hal
guruku terima kasihku
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat, sore pun telah tiba. Saatnya aku pamit
kepada semua malaikat – malaikat kecil di hadapanku. Sementara di luar gelap,
Parung sedang dirundung hujan tanda ikut bersedih bersama kami. Aku berusaha
sekuat mungkin mengeluarkan suara yang seperti tercekat di tenggorokan, “
Baiklah anak – anak hari ini hari terakhir ibu mengajar di sekolah kalian “
Seketika aku mengakhiri kalimatku, petir menyambar begitu kerasnya di luar
seiring dengan hujan deras yang mengguyur membuat tiba – tiba lampu di dalam
kelas padam. Gelap dan mencekam. Anak anak yang tadinya telah menangis karena
menyanyikan lagu sedih, menjadi semakin menangis karena takut akan petir.
Sementara yang lain yang awalnya tak menangis, menjadi ikut menangis melihat
temannya menangis. Seisi kelas menangis, mereka duduk bersimpuh di lantai di
pinggir dinding kelas. Suasana tiba –
tiba menjadi heboh, layaknya kesurupan missal. Tiba – tiba seorang anak bernama
Pingkan memberikan sepucuk surat untukku, entah katanya dari siapa dia
menemukannya di mejanya. Tulisannya sederhana, ‘ Mungkin itu pertanda kalau ibu
tidak boleh pergi dari sini. ‘ Aku terdiam tak tahu harus berkata apa membaca
tulisan itu.
Aku
terus berusaha menenangkan mereka, tetapi mereka menangis semakin keras secara
berjamaah. Akhirnya setelah dibantu oleh penjaga sekolah aku berhasil membuat
anak – anak yang tadinya duduk di lantai kembali ke kursinya masing – masing. Isak
tangis masih menyertai sebagian anak – anak kelas 3, aku menenangkan mereka
menyuruh mereka membaca Al Fathihah supaya hati mereka bisa menjadi lebih.
Alhamdulillah…sepertinya kemudian mereka dapat menenangkan diri mereka masing
masing, sementara hujan di luar sudah mulai reda, walaupun rintik – rintik masih
terdengar dan langit masih belum menunjukkan cahanya. Saatnya ku pamit pada
mereka. Mereka semua memelukku sampai kutak dapat menggerakkan sedikitpun
anggota tubuhku sambil berkata, “ Ibu…Jangan pergi! Ibu harus kembali ke sini
lagi mengajari kami!” Ku takdapat lagi menahan perasaan itu, kesedihan yang
mendalam melihat wajah – wajah malaikat kecilku itu, dengan senyum dan keluguan
mereka yang membuatku tak dapat berkata – kata lagi. Suatu hari nanti, jika
Allah menghendaki, kita pasti akan dapat bertemu lagi. Semoga saja.
NB
: Sebuah tulisan lama yang baru sempat
kuteruskan lagi
Spesial untuk siswa – siswiku di kelas 3 SDN Parung
04 Bogor
Really love and miss all of you so
much
BACA JUGA :
Ceritaku
- Obat Herbal Mujarab
- Assalamu'alaikum
- Cerita Hujan
- Rejeki Penjual Jas Hujan
- Pengalaman Mengikuti Seleksi Beasiswa LPDP
- Awardee LPDP PK 40 - Kemilau Nusantara-
- Susahnya Matematika K13
- Menulis Impian
- Fenomena Jurusan Kedokteran
- Perbedaan Gejala Maag dan Masuk Angin
- Pengalaman Ikut Workshop STIFIN
- Dampak Permainan Playstation bagi Anak
- Faktor Pembentuk Akhlak
- Profesi PNS Idaman Masyarakat
- Resensi Buku “ Trik – Trik Berhitung “
- Resensi Buku “ Belajar Menuang Ide dalam Puisi – Cerita – Drama “
- Resensi Buku “ We Are Good Mothers “ 100% Jadi Ibu bagi Wanita Pekerja
- Guru 12 Purnama
- Esok Kiamat ??!!
- Masalah Psikologis Anak
- Selamat Hari Guru
- Siswaku Indigo !!!
- Yuk Berdonasi di Kolong Ilmu
- Makna dari Kisah Abu Thalib
- Matematika, Siapa Takut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar