Senin, 28 Oktober 2013

Makna dari Kisah Abu Thalib



Ada  sebuah kisah penuh hikmah mengenai salah satu tokoh terpandang bagi masyarakat Mekah. Seorang tokoh yang bersama dirinyalah Rasulullah SAW tumbuh dan dididik menjadi seorang pemuda yang jujur, ahli dalam berdagang serta memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dialah Abu Thalib, paman terdekat Nabi Muhammad yang merawat Muhammad sejak kecil. Muhammad kecil yang yatim piatu  diserahkan kepada Abu Thalib untuk dijaga walaupun tanpa kemapanan ekonomi. Dengan sepenuh hati beliau membesarkan Muhammad dan begitu mencintai Muhammad melebihi anaknya sendiri. Dari pamannyalah, Rasulullah SAW belajar berdagang sehingga menjadi pedagang yang sukses. Sampai saat Rasulullah menerima wahyunya yang pertama dan mulai menyebarkan Islam pun Abu Thalib  masih setia menjaga dan membela Muhammad dari kejahatan kaum Quraisy. Padahal kala itu Abu Thalib masih terpengaruh ajaran nenek moyang dan menolak mengikuti ajaran Allah. Tetapi, karena begitu sayangnya seorang paman kepada keponakannya, dengan tetap berpegang teguh pada keyakinannya, Abu Thalib tetap melindungi Rasulullah dalam berdakwah.  Ketika Abu Thalib sakit dan ajalnya akan tiba, Rasulullah menuntun pamannya untuk bertobat dengan mengucapkan Lailahailallah. Rasulullah sendiri berjanji  akan membela pamannya nanti di sisi Allah SWT karena jasanya yang sangat besar untuk Islam dan Rasulullah. Satu hal yang belum dilakukannya hanya mengucapkan syahadat. Tetapi takdir berkata lain, Abu Thalib wafat sebelum dia sempat mengucapkan syahadat dan memberikan kesedihan yang mendalam kepada Rasulullah. Sebesar apapun Rasulullah mencintai pamannya,   Rasulullah tak dapat menentukan siapa yang berhak diberikan hidayah  Tidak boleh orang beriman untuk meminta ampunan kepada orang musyrik walaupun kerabatnya  sendiri karena jelas – jelas bahwa orang yang musyrik merupakan penghuni  neraka.  Seperti ayat yang telah dijelaskan yaitu
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.  ( Q.S. Al Qasas : 56 )
Begitu banyak pelajaran yang dapat kita ambil mengenai kisah di atas di antaranya yaitu pelajaran untuk selalu bersyukur akan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, khususnya kita sebagai kaum muslimin. Kenikmatan yang melebihi dari bumi, langit dan seisinya. Mari kita pahami lagi bagaimanakah definisi manusia yang beruntung sebenarnya.  Manusia yang beruntung bukanlah orang dengan kedudukan tinggi, orang yang berkelimpahan materi ataupun orang yang terpandang di masyarakat. Tetapi orang yang paling beruntung adalah orang – orang yang mampu menerima petunjuk dari Allah, karena bukanlah manusia yang memberikan petunjuk, tetapi Allah sendiri yang memberikan petunjuk-Nya, hanya kepada orang – orang yang dikehendaki-Nya karena hanyalah Allah lah yang Maha Mengetahui. Mengambil hikmah dari kisah di atas, Abu Thalib  begitu banyak kebaikannya dan jasanya untuk Islam dan mempunyai kesempatan besar untuk bersama Rasulullah di surga. Sayangnya semuanya hanya sia – sia belaka, karena dia tidak mau mengakui adanya Allah sampai ajal menjemput. Padahal  dia adalah orang terdekat Rasulullah. Mengapa orang – orang yang jauh dari Rasulullah bisa jadi beriman kepada Allah sedangkan kerabatnya sendiri tidak? Bisa dijadikan bahan perenungan bahwa hal tersebut bukanlah jaminan.  Hanya Allah lah yang berhak memberikan petunjuk kepada manusia, sedangkan Rasulullah juga seorang manusia biasa yang diutus Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya. Bersyukurlah kita yang pada detik ini masih diberi kenikmatan iman dan Islam. Tak perlulah kita iri kepada orang yang memiliki harta lebih, status social tinggi atau kedudukan terpandang. Yang patut kita iri ialah manusia yang mudah menerima petunjuk, yaitu manusia yang selalu dekat dengan Allah, tetap istiqomah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rasa iri itu tentunya sebagai sarana motivasi kita untuk memperbaiki diri terus menerus dan meningkatkan kualitas diri kita di hadapan Allah.  Karena itu marilah kita belajar mulai dari sekarang, belajar membuka mata hati kita, lebih mendekatkan diri kepada-Nya sehingga hati kita dapat dengan mudah menerima petunjuk dari-Nya dan akhirnya kita dapat berpulang kepada-Nya dengan keadaan Khusnul Khotimah. Aamiin Ya Rabbal ‘Alaimin.

Semoga memotivasi ...mari sama - sama belajar menjadi muslim sejati ...Selamat berjuang !! Allahu Akbar !!

Sabtu, 26 Oktober 2013

Matematika, Siapa Takut ?



Ekspress Belitong, Kamis 24 Oktober 2013

Matematika bukanlah ilmu baru dalam kehidupan. Ilmu ini sudah ada ribuan tahun yang lalu setelah ditemukan oleh para pendahulu untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Baik disadari ataupun tidak, ilmu berhitung ini sangatlah dekat dengan kehidupan manusia pada umumnya. Di  segala aspek kehidupan, sebagian besar masalah membutuhkan matematika dalam penyelesaiannya. Bidang ekonomi, sosial, teknologi semua tak dapat lepas dengan bidang ilmu ini. Tak heran jika ada yang berpendapat bahwa matematika adalah ratunya ilmu. Dengan alasan itulah, pelajaran ini menjadi pelajaran inti di sekolah dan dipelajari  mulai dari tingkatan dasar sampai dengan tingkatan atas. Sayangnya, di lembaga pendidikan, contohnya sekolah, matematika bukan menjadi pelajaran yang haus dipelajari mengingat besarnya manfaat yang didapatkan, malahan sebagian besar siswa membencinya. Apa mata pelajaran yang paling sulit? Matematika. Apa mata pelajaran yang paling tidak  disukai? Matematika. Hal tersebut menjadi pertanyaan tersendiri yang sukar untuk dijelaskan alasannya.  Selalu matematika menjadi pelajaran yang identik dengan kesulitan luar biasa, ratusan rumus yang harus dihafal dan begitu sukar dipahami oleh akal pikiran. Tak heran mata pelajaran matematika seringkali menjadi pelajaran dengan nilai terendah dibandingkan dengan yang lainnya. Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan penyebab pikiran – pikiran negatif sebagian siswa tersebut.
 Pertama adalah mindset atau pola pikir yang salah sejak awal. Bisa jadi karena pengaruh lingkungan yang menganggap matematika sebagai momok pelajaran yang membuat siswa belum – belum merasa ciut ataupun berpikiran negatif sebelum mencoba  Pikiran dan perasaan negative itu tentunya akan mempengaruhi dan membuat siswa benar – benar tidak bisa dalam mempelajarinya. Menyerah sebelum kalah, bisa diumpamakan seperti itu.  Pola pikir yang salah tersebut bisa juga diakibatkan pengalaman masa lalu yang buruk, pernah mendapat nilai yang jeblok kemudian menjadi alasan seumur hidup bahwa matematika itu susah, hal semacam itu rasanya tidak adil. Ketidakbisaan itu hal yang biasa, apalagi di awal – awal pembelajaran, diperlukan ketekunan, kerajinan dan usaha pantang menyerah untuk dapat bangkit menaklukan pelajaran yang dikatakan momok tersebut. Toh ilmu itu ada untuk membantu kita dalam kehidupan bukannya malah mempersulit kita. Faktor yang kedua yaitu pemahaman yang kurang. Hal yang paling lucu yaitu ketika orang menyatakan dirinya membenci matematika dengan alasan bahwa terlalu banyak rumus yang harus dihafal. Mereka menganggap bahwa  matematika hanyalah sekumpulan rumus – rumus yang dimasukkan ke dalam kepala kemudian digunakan untuk mengerjakan soal dan setelah itu selesai. Padahal  matematika pada dasarnya adalah pemahaman konsep dan penggunaan logika. Adanya pemahaman yang kuat terhadap konsep akan membuat semuanya begitu mudah. Rumus – rumus pun tak perlu dihafal. Hanya dibutuhkan pemahaman bagaimana konsepnya berjalan. Walaupun  siswa bisa menghapal rumus tanpa paham akan konsep yang dipelajari, akan membuat siswa hanya dapat mengerjakan sebagian kecil soal yang berhubungan, selebihnya ketika diberikan permasalahan yang berbeda, mereka akan bingung menyelesaikannya. Itulah alasan mengapa diperlukan pemahaman yang kuat mengenai  konsep – konsep yang ada.  Faktor yang ketiga yaitu kurangnya motivasi baik dari dalam maupun dari luar. Yang dimaksud dari dalam yaitu motivasi siswa itu sendiri untuk belajar. Bisa jadi karena dia malas, mudah putus asa, kurang tekun, kurang teliti, kurang memahami yang diajarkan ataupun menganggap sepele matematika karena menganggap pelajaran ini tak ada gunanya. Motivasi dari luar datang dari penggaruh lingkungan sekitar, orang tua, guru, teman ataupun yang lainnya yang seharusnya bisa lebih mendukung siswa untuk lebih memahami pelajaran ini, bukannya malah melemahkan mentalnya.  Apalagi guru matematika selama ini selalu digambarkan sebagai sosok seseorang yang killer, mengerikan, serius dan begitu pelit terhadap nilai yang diberikan. Tugas guru kemudian adalah berusaha memotivasi siswa untuk lebih mencintai pelajaran ini bukan malah menakut – nakuti ataupun melemahkan mentalnya.
Bidang ilmu ini  sebenarnya menyenangkan bagi yang paham, malah menjadi semacam permainan  dengan teka – teki permasalahan yang menarik untuk dapat diselesaikan, modalnya hanya logika yang berjalan sebagaimana konsep yang berlaku. Banyak manfaat yang sebenrnya dapat didapatkan dengan mempelajari matematika, tidak sekedar hanya dapat mengerjakan soal – soal ujian saja tetapi juga meningkatnya  kemampuan berlogika dan bernalar dengan baik, berpikir rasional, sistematis untuk menyelesaikan segala permasalahan dalam kehidupan sehari – hari. Kemampuan berhitung sederhana misalnya diperlukan semua orang untuk dapat melakukan proses jual beli atau berdagang, sederhananya kita memerlukan ilmu ini untuk menghitung uang. Selain itu masih banyak lagi, dalan pembuatan benda – benda teknologi maju seperti pesawat, kereta api, ataupun kendaraan lainnya harus diujicoba secara matematis menggunakan ilmu ini. Itulah  mengapa matematika merupakan ilmu yang begitu bermanfaat dan begitu dekat dengan kehidupaan. Pun dalam kehidupan sehari – hari materi ini begitu banyak dan luas manfaatnya. Matematika merupakan dasar ditemukannya berbagai macam teknologi yang mendukung kwmajuan suatu Negara di era globalisasi. Di dalam matematika terapan, matematika bisa dikaitkan dalam berbagi macam bidang lain dalam kehidupan, misalnya bidang ekonomi, keuangan, informasi teknologi, biologi dan lain – lain.  Berbagai macam profesi pun menanti ketika kita bisa menguasai ilmu ini, tak hanya  sebagai tenaga pengajar seperti guru ataupun dosen, kita bisa mempunyai profesi lain misal bekerja di perusahaan keuangan, asuransi, riset, teknologi, statistika, computer, analis data dan masih banyak lagi. Perlu disadari bahwa kemajuan pendidikan matematika di suatu negara juga selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi negara tersebut. Karena itu, para pendidik kita seyogyanya berusaha untuk menumbuhkan siswa kecintaan pada matematika yang secara tidak langsung menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi negara kita.

Jumat, 25 Oktober 2013

Headache Attack





Seharusnya makhluk itu memiliki delapan abjad dengan kemurnian jiwa mereka. Seharusnya. Tetapi  apakah benar begitu halnya ? Mengapa segalanya lebih mendekati makhluk bertanduk yang terbuat dari api membara.  Manusia itu mengelus – elus dadanya pelan mencoba mengendalikan hidupnya. Mendadak seperti ada yang membenturkan kepalanya ke tembok bangunan yang mustahil akan runtuh. Semua aliran darah dalam tubuhnya mengalir deras menuju otaknya. Kemudian dia mengerjap – kerjapkan matanya  yang mulai berkunang – kunang dengan cepat, kabur secara penglihatan tanpa alasan yang pasti. Jantung manusia itu pun mulai memompa dirinya dengan penambahan kecepatan tak stabil sedangkan nafasnya tak ayal menjadi tersengal – sengal. Serangan mendadak. Begitu luar biasa indikasi dari semua hal yang makhluk itu lakukan.  Andai saja dia mampu menelurkan bom atom dari dalam tubuhnya, mungkin dia telah meledakkan semuanya detik itu juga tanpa aba - aba. Sayangnya, yang dapat dia lakukan hanya terdiam memandangi mereka, mencoba menutup mata hatinya menghilangkan kenyataan dengan harapan semua yang dijalaninya hanyalah mimpi di siang bolong. Percuma, setelah lebih dari cukup ba-bi-bu yang dia keluarkan hanyalah seperti orang  membuang sampah di sungai yang alirannya entah kemana akan bermuara. Betapa lelahnya  terbuang percuma tanpa ada faedah yang tampak. Hufhh….apa arti ini semua, ujarnya dalam hati. Apakah ada sesuatu yang tak pada tempatnya ataukah ini hanya segelintir ujian kehidupan. Repetisi kejadian hampir terjadi setiap waktu dan efek yang terjadi pada pola pikirnya  terpengaruh oleh situasi di sekitarnya….yaa jangan salahkan dia. Hawa lingkungan yang membuatnya seperti itu. Manusia itu mulai lelah…kemana jawaban dari seuntai permohonan yang diucapkannya setiap waktu, mengapa balasan itu belum kunjung tiba di peraduannya , keluhan yang tak disengaja akhirnya terpaksa dikeluarkan kalbunya. Diperlukan kesabaran  ekstra untuk menghadang itu semua. Dia kembali memutar otaknya sambil melihat makhluk – makhluk entah apa itu di hadapannya. Betapa teori itu begitu sempurna dibandingkan kenyataan yang ada. Semuanya seperti rel yang berbeda jalur, berbeda arah dan tujuan. Apakah ada kasus – kasus tak kasat mata yang tak diketahui olehnya.  Keruwetan merajai isi  kepalanya yang semakin lama semakin membuat isi itu mendidih. Sungguh, aku dulu tak seperti itu, katanya. Jauh bahkan dari itu. Apakah dimensi tempat dan waktu telah mengakibatkan perubahan yang luar biasa signifikan. Mengapa gap kesenjangan itu ada dan hasilnya relative tinggi. Entah apa yang harus dilakukannya. Sekelabut pikiran dan bisikan untuk menyerah  menjadi salah satu prioritas selanjutnya, tetapi apakah semua masalah akan selesai dengan satu – satunya jalan yang dapat ditemuinya. Biarlah ego ini lumpuh asalkan mereka dapat menjadi lurus, katanya. Tetapi ada bagian hati itu di mana ego bersemayam yang mengatakan hal berbeda, itu berarti kamu kalah. Kamu seorang pecundang yang dengan mudah dapat dijajah. Tapi….itu demi mereka, bisik hati yang lain. Tak berawal tak berakhir pertentangan itu.  Sudahhhh……Cukuplah semua…..Emosi itu tak tertahankan mendengarkan pergulatan antara setengah hatinya.  Sudah lama semua kewibawaan itu hancur. Sungguh menyakitkan kenyataan yang ada. Menyerah sajalah. Dia harus mulai menyelidiki lagi. Apakah benar halnya impianya sudah sejalan dengan kapabilitasnya. Jika tidak, kembali ke titik nol bisa menjadi alternative lain, tetapi bagaimana mungkin garis waktu itu ditarik ke belakang. Kalaupun harus menyerah saat itu, pastilah hatinya akan menangis. Menangis sejadi – jadinya karena keinginan itu telah menjadi bagian dari hidupnya. Tetapi dibandingkan dengan merusak apa yang menjadi tanggung jawabnya, sepertinya jalan itu terdengar lebih baik. Kemudian jalan manakah yang  harus dia tempuh? 



- 251013 -

Skak Mat



 Episode Sebait Sendu   

Ketika kantuk melanda ;  Pagi menjelang siang ; Rabu, 23 Oktober 2013

Pertanyaan sederhana itu tiba – tiba muncul dan menorehkan sejuta tanya dalam kepalanya. Dahinya berkerut pertanda sel – sel kelabunya mulai terhubung satu sama lain,  menyusun satu demi satu kata – kata menjadi barisan rangkaian kalimat  terbaik yang dapat diolahnya. “ Banyak” , katanya “ terlalu banyak hingga tak memungkinkan untuk dapat terungkapkan. “ Maka terdiamlah mereka sejenak. “ Baiklah”, beliau mengintimidasi kembali melalui pertanyaan yang dibuatnya, “ Jadi apakah dapat disebutkan contohnya?” Lagi – lagi sebuah  pertanyaan paling sederhana yang diungkapkan, tetapi  cukuplah hal tersebut menyita pikiran alam sadarnya. Jebakan, ujarnya dalam hati. Haruslah dibuat jawaban seindah dan serasional mungkin yang takkan menimbulkan pertanyaan baru. Apakah akal sehatnya akan mampu menaklukan semuanya? Tunggu dulu, marilah lihat kenyataan yang terjadi. Sungguh, apa yang disebut kecerdasan menurut orang lain itu tak mampu menggambarkan banyak hal, atau mungkin fakta yang berbicara bahwa sebenarnya dia tak secerdas yang dikatakan mereka. Baiklah, benar halnya bahwa suka itu telah dijelaskannya dengan sempurna. Senyum beliau membuatnya sedikit lega, sebagian perasaan kemenangan telah didapatkannya menjadi pertanda semua akan baik – baik saja. Sayangnya, beberapa detik pun mampu mengubah segalanya. Sebaris ucapan tak mungkin dapat ditariknya kembali. Duka itu… bukanlah itu yang ada di hatinya. Nuraninya berteriak,  itu bukan duka sebenarnya, jawaban tersempurna yang pernah diucapkan oleh mulutnya namun bukan oleh jiwanya. Sstt…diamlah, rasa aman yang sedang dibutuhkannya akan diberikan oleh kesempurnaan jawabannya, logikanya pun membela. Sayangnya, ucapan yang menurutnya paling realistis dan  tersempurna secara teoritis, pada akhirnya membunuhnya perlahan, melumpuhkan hati dan pikirannya. SKAK MAT.  Beliau berhasil menancapkan paku itu ke dalam ulin yang begitu keras bahkan tanpa  alat  sekalipun. Kemudian tamparan bertubi - tubi itu datang  membuatnya diam seribu bahasa. Begitu mudah memang, karena ulin itu tak seperti kelihatannya, begitu rapuh. Seakan tak terjadi apa – apa padahal  dunia runtuh seketika di matanya. Tak bergeming. Hanya senyuman palsu yang menemani suara jantungnya yang berdetak semakin cepat. Apa yang terjadi dengan dadanya ? Sungguh, bekasnya mampu mengeluarkan sampah – sampah tak berguna. Tak mungkin…sudah lama dia tak mendengarnya, barisan huruf  itu. Kenyataannya barisan huruf itu selalu datang dan menghantuinya. Lagi – lagi barisan huruf  itu yang berhasil mengorek – orek semua torehan  yang hampir menguap. Tak adil memang, karena kenyataannya pemilik barisan huruf itu  sama sekali tak mengerti apa – apa. Dalam kondisi seperti itu, menyalahkan pun bukanlah menjadi sesuatu yang bijaksana. Tetapi, perlukah menyamakan kotak besar itu dengan kotak kecil yang jelas – jelas ukuran dan isinya berbeda. Haruskah kotak kecil memaksakan diri, menggelembungkan dirinya menjadi kotak besar kalaupun kenyataannya si kecil tetaplah si kecil dan si besar tetaplah si besar ?  Kemudian, kutukan – kutukan itu muncul kembali. Kasihan dirinya, kutukan – kutukan  itu  diciptakannya  dan kembali pada dirinya sendiri.  Kini yang tersisa hanyalah ratapan, ratapan tak berdaya dengan tatapan keinginan sebuah tempat beribu damai, semua terbaca dari sinar matanya yang mulai meredup. Lantas, dimanakah lagi tempat seindah surga itu akan dicari?

Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hadzan, wa a’udzubika minal ajzi wa kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabatiddaini waqahrirrijaal