Kamis, 31 Januari 2013

Antara Guru dan Bangsaku


Begitu banyak orang menyepelekan dan mengesampingkan profesi guru. Guru hanya dianggap sebagai sumber mata pencaharian belaka, sama halnya dengan pekerjaan – pekerjaan lain. Padahal lebih dari itu, peran seorang guru lebih besar jauh seperti yang bisa dibayangkan, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Hasil didikannya tidak hanya berimbas pada anak didiknya, tetapi juga pada masyarakat sekitar dan untuk lingkup yang lebih luas pada negara kita, Indonesia. Karena itu, profesi ini sebenarnya bukanlah profesi sembarangan yang bisa dilakukan siapa saja. Diperlukan guru – guru yang memang benar – benar mau dan mampu mengajar, mendidik dan memimpin untuk dapat memberikan kehidupan di Indonesia yang lebih baik ke depannya.
            Mengapa Negara Indonesia sampai sekarang pun belum bisa menjadi negara maju, padahal asset sumber daya alam kita melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke?  Tentu saja semuanya tak lepas dari kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang begitu kurang. Lalu kemudian pertanyaannya, apa yang mempengaruhi kualitas SDM yang ada di  Negara Indonesia, tentu saja jawabannya salah satunya adalah kualitas pendidikan. Begitu besarnya peran pendidikan yang ada di suatu Negara, khususnya di Negara kita tercinta, Indonesia,  tak lepas dari peran guru sebagai salah satu perangkat pendidikan. Guru yang berhadapan langsung dengan para generasi penerus bangsa. Guru yang mentransfer ilmu yang mereka miliki untuk dapat diterapkan dalam kehidupan. Guru yang mendidik perilaku, moral dan kepribadian murid – muridnya.
            Masa depan bangsa ada di tangan generasi penerus bangsa dan yang berperan dalam menentukan baik tidaknya generasi penerus bangsa adalah para pendidik bangsa. Jadi secara tidak langsung guru mempunyai andil dalam kemajuan bangsa kita. Seperti halnya pernyataan Bu Itje : Guru yang baik memang mahal harganya tetapi  guru yang tidak baik jauh lebih mahal karena dampaknya adalah runtuhnya martabat bangsa. Hal itu jelas sekali maknanya. Guru yang baik dalam artian mampu mengajar, mendidik dan memimpin dengan sepenuh hati sehingga bisa membawa pengaruh perubahan positif kepada anak didiknya dan masyarakat di sekitarnya akan bernilai mahal karena membawa keuntungan bagi bangsanya. Guru seperti itu memang patut dibayar mahal karena memang dia mampu memegang dan mengendalikan  asset negara yang sangat krusial, yaitu anak didiknya. Sebaliknya, guru yang tidak baik, yang asal – asalan dan tidak niat dalam mengajar serta memberikan didikan yang tidak baik akan mempengaruhi masa depan bangsa kita yang akan diam di tempat bahkan bisa jadi mengalami kemunduran, tertinggal dari bangsa yang lain. Seiring dengan perkembangan zaman jika pendidikan di Negara kita tidak kian maju, maka negara kita akan terlindas dan tertinggal jauh oleh bangsa lain. Apalagi jika gurunya mendidik dan memberi teladan yang tidak baik yang kemudian akan dicontoh anak didiknya, hal itu mengakibatkan turunnya moral masyarakat. Secara otomatis, harga diri dan martabat  masyarakat bangsa akan jatuh pula. Tak bisa dibayangkan rendahnya nama baik kita di mata dunia akibat salah pendidikan. Hal seperti itu berharga sangat mahal,  bahkan lebih mahal dari materi semata. Karena itu, marilah memajukan bangsa kita dengan mengedepankan kemajuan pendidikan di Negara kita dengan peran guru kita sebagai pengajar, pendidik dan pemimpin bangsa.

Rangkuman Isu Kurikulum 2013


Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
Setelah dimulainya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  ( KTSP ) di tahun 2006 kemudian di tahun 2013 ini kurikulim yang baru telah menanti. Dengan alasan perlunya melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi  yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetenski sikap, pengetahuan, dan ketrampilan  seara terpadu. Berdasarkan Draft Pengembangan Kurikulum 2013, diperoleh beberapa informasi esensial tentang berbagai usulan dan rencana perubahan yang akan dilakukan, khususnya berkaitan dengan: (1) Standar Kompetensi Lulusan; (2) Standar Proses;  (3) Standar Isi; dan (4)  Standar Penilaian. Ada perubahan yang mendasar dalam kurikulum pendidikan yang akan berlaku tahun 2013 mendatang. Ini terutama pada jumlah mata pelajaran yang akan diterapkan di sekolah.
 Sebut saja untuk tingkat sekolah dasar ( SD ), kurikulumnya akan bersifat integrative. Alhasil, ada jumlah mata pelajaran yang diajarkan menjadi berkurang, “ Jadi mata pelajaran kita compress dari 10 menjadi 6 mata pelajarannya,: kata Menteri Pendidikan M Nuh, Selasa (13/11). Jumlah jam belajar pun akan bertambah menjadi 6 jam. Selain itu Nuh juga menjelaskan kegiatan ekstrakurikuler akan diwajibkan, terutama untuk kegiatan Pramuka. “ Ekstrakurikuler menjadi bagian utuh dari mata pelajaran, “ katanya.  Sementara itu, untuk kurikulum SMP, SMA, dan SMK pendekatannya adalah mata pelajaran. Dengan demikian tidak banyak perubahan dari jumlah mata pelajaran. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa
guru di SMP, SMA dan SMK adalah guru mata pelajaran, sementara untuk SD adalah guru kelas. Kurikulum SD sekarang, mata pelajaran yang diajarkan yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Ketrampilan, Pendidikan Jasmani-Olahraga. Kurikulum SD 2013, mata pelajaran yang diajarkan yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani – Olahraga serta Kesenian. Kurikulum SMP sekarang, mata pelajaran yang diajarkan yakni pendidikan Agama, pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Ketrampilan, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Kurikulum SMP 2013, mata pelajaran yang diajarkan yakni Pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, dan Prakaya.
Ada pertanyaan yang muncul bernada khawatir, dalam uji publik kurikulum 2013? Persiapan apa yang dilakukan Kemdikbud untuk kurikulum 2013? Apakah sedemikian mendesaknya, sehingga tahun pelajaran 2013 mendatang, kurikulum itu sudah harus diterapkan. Menjawab kekhawatiran itu, sedikitnya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013.
Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Ini penting, jika kurikulum mengalami perbaikan, sementara bukunya tetap, maka bisa jadi kurikulum hanya sebagai “macan kertas”. Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya.
Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan.
Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah.
Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang.

( sumber : berbagai macam website )


Tambleg Menangis


Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Hal tersebut sudahlah menjadi hukum alam. Perpisahan memang bukanlah hal yang menyenangkan, tetapi mau tak mau kita harus dapat menerima salah satu proses kehidupan yang satu itu. Sebelumnya aku sama sekali tak menyangka, hari terakhir kami di Tambleg, Banten akan menjadi salah satu momen kesedihan hidup yang pernah kulalui. Terlepas dari kebahagiaan bahwa kami akan kembali dapat menikmati fasilitas – fasilitas kehidupan dengan cukup mudah di perkotaan, ternyata di balik itu semuanya menyimpan duka yang cukup dalam.
            Hari itu, tanggal 1 Januari 2013, tahun baruku di tempat yang baru pula, pagi – pagi sekali setelah Shalat Subuh aku memulai untuk berkemas. Merapikan dan memasukkan pakaianku satu persatu ke dalam tas besarku. Begitu banyak barang yang harus dibereskan. Yahh…tak terasa sudah 3 minggu aku berasa di Kampung itu. Rasanya baru beberapa hari yang lalu aku datang dan akhirnya tiba waktunya untuk pulang kembali. Berbagai perasaan campur aduk jadi satu. Aku pasti akan merindukan tempat itu, pikrku. Banyak hal menarik yang aku dapatkan di sana dan pastinya semua itu tak akan terlupakan. Terlebih lagi keluargaku yang sangat baik hati. Pagi itu ibu dan bapakku beraktivitas seperti biasa. Tetapi aku tahu ada yang beda di wajah mereka. Raut wajah kesedihan. Aku akan begitu sedih dan tak tega meninggalkan mereka.
            Adikku Didi sudah bangun di pagi hari. Melihatku berkemas memasukkan barangku ke dalam tas dia pun bertanya “ Mbak mau kemana?”. “ Mbak badhe uwih,” jawabku sambil tersenyum. “ Uwih kamana?” tanyanya lagi. “ Ke Bogor. Ayok adik ikut Mbak ke Bogor,” ajakku. Dia hanya menggeleng sambil memandangiku. “ Adik yang pintar ya nanti kalo mbak sudah pulang,” kataku padanya sambil membelai lembut kepalanya. Ohh… sungguh aku akan merindukan adikku yang satu ini. Adikku yang begitu unik. Maafkan aku Allah, aku belum bisa banyak berbuat banyak untuk dia, kataku dalam hati. Aku masih merasa menjadi kakak yang belum sukses, terkadang aku belum bisa mengendalikannya. Aku hanya berdoa yang terbaik untuknya ke depan. Semoga dia bisa menjadi anak yang penurut, saleh dan berbakti kepada kedua orang tua.
            Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 7 pagi. Waktunya aku untuk pulang. Aku pamit kepada bapak dan ibuku. Aku meminta maaf atas segala kesalahan yang sudah kulakukan, meminta maaf jika telah merepotkan. Mengapa semuanya menjadi terasa begitu berat, berat meninggalkan rumah baruku itu.  Rasa kekeluargaan dan kecintaan yang amat besar, akan sangat terasa ketika kita akan berpisah. Ibuku membantu memanggilkan ojek untuk mengantarkan barangku yang berat. Kami berjalan turun untuk menuju ke depan rumah Pak Utar, tempat berkumpul anak – anak SGI untuk kemudian berjalan bersama – sama ke Nagajaya. Aku melihat di sana sudah ramai sekali orang. Semua warga datang mengantarkan kepergian kami. Aku benar – benar tak menyangka, sebegitu berartikah kami di kampung ini.  Beberapa waga tampak menangis, tak rela dengn kepergian kami, begitu pula dengan teman – teman SGI. Wajah mereka memancarkn kesedihan yang mendalam. Ohh…aku benci orang menangis. Aku sudah mewanti – wanti diriku sendiri untuk tidak menangis, tetapi melihat orang lain menangis selalu membuatku ingin menangis pula. Aku tak bisa menahan air mataku yang jatuh. Aku mencoba berkeliling menyalami warga satu persatu. Semuanya sedih. Aku betul – betul tak menyangka, warga Tambleg memiliki rasa kekeluargaan yang  luar biasa. Ikatan hati yang kuat terjalin  dalam kurun waktu hanya tiga minggu.
            Mereka kemudian mengantarkan kami sampai ke Nagajaya dengan berjalan kaki. Beberapa rela membawakan barang kami. Kesedihan yang mendalam memuncak memenuhi seluruh relung hati. Suara deru truk mulai terdengar. Mereka pun menangis melepas kepergian kami, begitu pula dengan kami. Tambleg oh Tambleg…begitu banyak kenangan yang sudah terjalin. Kami pasti akan sangat merindukan kampung yang satu ini.            

Sebuah Amanah


Sekolah Guru Indonesia, siapa yang menyangka sebelumnya aku akan bergabung di dalamnya. Beberapa bulan yang lalu aku sama sekali tak tahu bahkan belum pernah mendengar mengenai program ini. Sampai suatu ketika aku sedang browsing di internet dan melihat iklannya terpampang di salah satu website, aku pun tertarik. Iseng – iseng mendaftar walaupun sebenarnya sudah terlambat dan tak menyangka akan dipanggil untuk menjalani serangkaian tes yang harus dilalui. Tetapi sepertinya memang inilah jalanku. Berbagai macam hambatan dan rintangan yang aku lalui tetap tak menurunkan keyakinanku untuk terus melanjutkan perjuanganku di tempat ini. Keyakinan yang aku juga tak mengerti entah dari mana asalnya. Bersumber dari hati nurani yang terdalam, mengesampingkan segala logika dan ego yang dimiliki. Aku hanya merasa bahwa di tempat inilah proses hidup mendekati tujuan hidupku akan tercapai.
            Apapun yang dikata orang lain, aku merasa bahwa pilihan inilah yang tepat untukku. Allah menakdirkan aku untuk banyak belajar di sini dan begitulah halnya. Ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Lingkungan yang benar – benar baru, berbeda dengan sebelumnya. Entah mengapa aku yakini ini semua akan membuatku menjadi lebih baik. Aku bertemu dengan teman – teman baru di sini. Dua puluh Sembilan orang mahasiswa SGI 4 yang bagiku sungguh luar biasa. Terus terang sebenarnya aku merasa tidak ada apa – apanya dibanding mereka.  Mereka memiliki kemampuan, kemauan dan semangat besar yang selalu membuatku terkagum – kagum. Banyak hal yang kupelajari dari mereka. Kedekatan mereka dengan Allah, kecerdasan inelektual dan emosional mereka yang tinggi memberikan teladan padaku untuk dapat berbuat seperti mereka.  Lingkungan ini secara langsung dan tidak langsung menginspirasiku untuk bisa belajar dan berbuat dengan lebih baik lagi.
            Aku sadar, amanah yang kutanggung begitu besar ketika aku memutuskan untuk menjadikan SGI menjadi salah satu pilihan hidupku. Teringat pernyataan seorang staff SGI bahwa Sekolah Guru Indonesia itu dibiayai oleh biaya zakat dari Lembaga  Dompet Dhuafa, dan mengapa kami berada disini padahal kami bukan orang yang berhak menerima zakat, hal itu dikarenakan kami tergolong kaum jihad fisabilillah, salah satu kaum yang berjuang di jalan Allah dan berhak menerima zakat. Hal itulah yang memompa motiasiku untuk terus semangat berjuang dan menjalankan yang terbaik. Jangan sampai aku melalaikan amanah besar yang diberikan di tanganku apalagi sumbernya berasal dari dana yang ditujukan semata – mata hanya untuk Allah.
            Begitu banyak hal menarik dan inspiratif selama masa pendidikanku di SGI. SGI memberikan motivasi untuk membangkitkan jiwa guru dalam diri. Bukan hanya sekedar guru yang mengajar di kelas, tetapi guru yang dapat mengajar, mendidik dan memimpin. Kesadaran kami dikembalikan dengan pertanyaan mengapa ingin menjadi guru. Tentunya bukan hanya sekedar profesi untuk mencari uang belaka, tetapi dengan tujuan yang lebih mulia, keinginan untuk memberikan suatu manfaat kepada orang lain. Guru yang bisa menginspirasi banyak orang, guru yang mengajar dari hati, bukan hanya sekedar menggugurkan kewajibannya. Kami diajarkan bagaimana caranya mengajar dengan cara yang sebegitu menariknya, membuat siswa – siswa tertarik dan bersemangat dalam belajar.  Kami juga diajarkan mengenai keadaan psikologi siswa yang tentunya begitu bermanfaat untuk lebih mendekatkan diri dengan mereka. Semua hal yang bermanfaat itu aku dapatkan hanya di SGI. Aku merasa bersyukur telah diberikan kesempatan untuk bergabung di Sekolah Guru Indonesia. Semoga semuanya dapat membuatku bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya.
SGI ….
Bangga Jadi Guru….
Guru Berkarakter…..
Menggenggam Indonesia….
********************
            

Pak Irsan Penjaga Keamanan


Memasuki  daerah Zona Pengembangan Insani , kami disambut oleh sesosok pria berseragam biru tua lengkap dengan pentungan orange di tangannya. Bapak separuh baya ini menyapa dengan ramah sambil tersenyum dan menanyai perihal identitas dan keperluan kami di tempat tersebut. Beliau adalah salah seorang security di Bumi Pengembangan Insani yang sedang bertugas. Beliau bernama Bapak Irsan Malik, Pak Irsan begitulah biasanya kami memanggil. Pria berusia 38 tahun ini tinggal tak jauh dari tempat kerjanya, lebih tepatnya di Gang Harapan 2, Jampang. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebenarnya beliau  bukanlah orang asli Jampang. Pak Irsan adalah seorang perantau dari pulau seberang nan jauh di sana, Sulawesi, tepatnya di kota Palu.  Pria kelahiran 7 Januari 1975 ini memiliki keinginan kuat untuk merantau dan mencari nafkah di kota lain. Setelah kelulusannya dari SMA pada tahun 1993, pada tahun 1995 dia mulai mengadu nasibnya di ibukota yang katanya lebih kejam daripada dari ibu tiri, Jakarta.
            Atas bantuan pamannya yang ada di Jakarta, akhirnya mulai tahun 1995 sampai dengan 2000 beliau mendapatkan pekerjaan sebagai pelaksana proyek pembangunan yang ada di banyak tempat di Indonesia seperti Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bekasi, dan Tangerang sebelum akhirnya beliau mendapat amanah untuk menjalankan proyek Madaniyah di Parung, Bogor. Perlu diketahui bahwa sebelum adanya Bumi Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa tempat tersebut dimiliki oleh Sekolah Madaniyah, sekolah elit bertaraf internasional yang cukup dikenal oleh masyarakat. Namun pada tahun 2004, sekolah tersebut pindah ke daerah Telaga Kahuripan dengan alasan mencari tempat yang lebih luas untuk dipakai membangun gedung sekolah. Akhirnya pada tahun itu pula, terjadilah pergantian kepemilikan dari Sekolah Madaniyah menjadi Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa.
            Ketika terjadi pergantian kepemilikan, Bapak Irsan mendapatkan kabar dari kakak iparnya bahwa Lembaga Pengembangan Insani butuh banyak sekuriti. Karena tugas beliau di proyek juga sudah selesai, maka Pak Irsan mencoba untuk melamar untuk menjadi bagian salah satunya. “ Sebenarnya saya berasal dari SMEA administrasi, tetapi tak tahu mengapa saya jadi banting setir menjadi seorang satpam. Memang sepertinya sudah takdir Allah seperti itu, “ kata beliau sambil tersenyum penuh syukur. Setelah menjalani seleksi dan serangkaian tes yang cukup ketat akhirnya beliau cukup beruntung diterima menjadi salah satu  dari tujuh sekuriti di LPI dari puluhan orang yang mendaftar. Yah … jalan hidup memang begitu susah ditebak. Akhirnya sampai saat ini tak terasa sudah sekitar 9 tahun beliau berkiprah di Lembaga Pengembangan Insani.
            Sebagai orang yang sudah cukup lama tinggal di Jampang, beliau menilai lingkungan Jampang sebagai lingkungan yang cukup baik. “ Saya merasa nyaman dan betah tinggal di Jampang mbak karena di sini rasa kekeluargaannya begitu erat, tak seperti di kota – kota pada umumnya, “ kata beliau. “ Selama ini juga daerahnya cukup aman, mungkin dulu pernah terjadi kasus – kasus kriminalitas, tetapi itu dulu sekali sewaktu disini masih dipakai oleh Sekolah Madaniyah. Sekarang mah aman, “ tambahnya.
            Sebagai seorang petugas keamanan di Bumi Pengembangan Insani, beliau mempunyai beberapa kewajiban yang harus dijalankan. Di antarannya yaitu menjaga pos satpam untuk mengetahui keluar masuknya orang di lingkungan tersebut, membantu menyebrang jalan di depan BPI, membuat laporan khusus pemakaian ruangan dan tak lupa patroli keliling lingkungan BPI sejam sekali. Untuk jam kerjanya sendiri tak tentu, yang pasti setiap sekuriti punya jatahnya masing – masing, dua hari di sesi pagi yaitu jam 06.00 – 14.00, dua hari di sesi siang, yaitu jam 14.00 – 22.00 dan dua hari di sesi malam antara pukul 22.00 – 06.00. Seminggu sekali mereka mendapatkan jatah libur.
            Ketika ditanya apakah selama ini ada kejadian yang tidak menyenangkan mengenai keamanan yang terjadi di lingkungan LPI, beliau menjawab bahwa pernah terjadi sekali kasus pencurian di akhir tahun 2011 yang cukup menggemparkan. “ Saat itu pukul 12 siang waktunya istirahat, “ Pak Irsan bercerita “Makmal pendidikan dikejutkan dengan hilangnya 4 buah laptop yang diletakkan di atas meja. Laptop – laptop tersebut letaknya berjajaran. Padahal di Makmal tersebut sudah dipasang CCTV yang tidak diketahui oleh security ataupun orang – orang lain. Tetapi si pencuri seolah – olah tahu, dia menutup CCTV tersebut sebelum menjalankan aksinya. Sampai saat ini belum diketahui penyelesaian dari masalah tersebut. Yah kita hanya bisa berharap yang terbaik saja untuk pencurinya, “ tambahnya. Memang masalah keamanan adalah masalah yang sangat krusial yang harus diperhatikan.
            Profesi penjaga keamanan yang sudah digelutinya 9 tahun sudah menjadi bagian hidupnya. Walaupun ada tawaran yang lebih menarik untuk bekerja di tempat lain, Pak Irsan merasa berkeberatan untuk meninggalkan pekerjaannya yang sekarang. Beliau sudah merasa nyaman, dekat dengan keluarga dan mendapat gaji yang berkah . Itu hal yang cukup untuk beliau. Begitu banyak pelajaran yang dapat diambil dari dari kesederhanaan dan ketulusan Pak Irsan sebagai petugas keamanan yang bermanfaat bagi banyak orang. Jasanya senantiasa menjaga lingkungan BPI tak boleh dipandang sebelah mata. Bukankah menjadi bagian dari salah satu lembaga zakat adalah pekerjaan yang begitu mulia ?

Senin, 28 Januari 2013

Sekolah Guru Indonesia


SGI
Bangga Jadi Guru
Guru Berkarakter
Menggenggam Indonesia
Terdengar yel – yel mahasiswa Sekolah Guru Indonesia membahana dikumandangkan di lapangan depan masjid zona Bumi Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Terlihat mahasiswa SGI 4  berbaris rapi menjalankan rutinitas harian mereka, apel pagi. Aura semangat memancar melengkapi keceriaan pagi dan keasrian Bumi Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa. Begitulah suasana Sekolah Guru Indonesia Indonesia yang terletak di  jalan Raya Parung Bogor KM 42 Desa Jampang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat setiap harinya. Sekolah Guru Indonesia. Gedung berlantai tiga bertuliskan Sekolah Guru Ekselensia Indonesia berdiri kokoh menyimpan makna yang mendalam, di sinilah semuanya bermula, lahirnya guru model berkarakter yang diharapkan akan mencetak generasi – generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuangan para pahlawan. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memajukan kesejahteraan dunia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang – Undang Republik Indonesia tahun 1945.
            Sekolah Guru Indonesia (SGI), pada awalnya bernama Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) dan diresmikan pada tanggal 24 Oktober 2009 oleh bupati Bogor  sebagai salah satu program pemberdayaan dan peningkatan pendidikan yang dilakukan Dompet Dhuafa di dalam Program Divisi Pendidikan. Pada awal terbentuknya, Sekolah Guru Ekselensia Indonesia masuk dalam jejaring Makmal Pendidikan, seiring dengan perjalanan waktu, Sekolah Guru Ekselensia Indonesia berekspansi menjadi Jejaring divisi pendidikan sendiri yang dinamai Sekolah Guru Indonesia pada tanggal 8 Februari 2012.
Sekolah Guru Indonesia pastinya identik dengan pendidikan. Begitu miris memang ketika melihat kenyataannya dewasa ini mengenai pendidikan di Indonesia yang dikatakan masih kurang sukses. Kurikulum yang selalu berganti, fasilitas yang kurang memadai serta tenaga pengajar yang masih asal – asalan. Guru pahlawan tanpa jasa, benar memang halnya ketika ternyata kalimat tersebut sudah lepas dari lirik lagu Hymne Guru. Di zaman sekarang ini, sangatlah langka mencari guru yang benar – benar murni berjiwa guru.   Berangkat dari keinginan untuk melahirkan guru model berkarakter pemimpin yang memiliki kompetensi mendidik dan mengajar, maka berdirilah Sekolah Guru Indonesia ( SGI ).
            Sekolah Guru Indonesia diperuntukkan bagi anak – anak muda Indonesia yang siap mengabdi dan menjadi guru model berkarakter serta berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di seluruh penjuru nusantara. Guru model berkarakter yaitu guru yang tidak hanya memiliki kemampuan mengajar tetapi juga memiliki kemampuan mendidik serta berjiwa kepemimpian social yang tinggi. Adapun beberapa tujuan didirikannya Sekolah Guru Indonesia yaitu tersedianya guru professional dan berkarakter untuk mengabdi di sekolah dhuafa di daerah tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia, terwujudnya program sekolah produktif dan terbentuknya jaringan komunitas pemberdayaan berbasis pendidikan.
            Peserta SGI berasal dari beberapa universitas yang sudah lulus serangkaian seleksi yang terdiri dari seleksi berkas (IPK > 2,75), wawancara, psikotes, aktif di organisasi kampus dan siap mengabdi menjadi guru.
Sekolah Guru Indonesia memberikan program pelatihan intensif selama 6 bulan bagi sarjana baru (fresh graduate). Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dipakai di Sekolah Guru Indonesia memadukan program workshop dan pembinaan asrama dengan mengacu pada empat kompetensi guru, yaitu pedagogi, sosal, kepribadian dan profesionalisme.
Jejaring ini memiliki visi “Awaken the teacher within”. Sedangkan misi SGI adalah  “Mengimplementasikan Prinsip Learning Organization dalam produktivitas kinerja organisasi, Membangun Model Sistem Pengembangan guru Sekolah Dasar, mengembangkan SDM untuk menjadi guru yang professional, mampu mendidik dan mengajar serta memiliki jiwa kepemimpinan sosial, mengembangkan kemampuan menulis, menjalin dan memperluas jaringan program.

Kondisi Sosiologi Masyarakat Tambleg


Banyak hal yang begitu  menarik ketika berbicara mengenai Kampung Tambleg. Tambleg adalah salah satu kampung yang sangat indah, sejuk, dan nyaman terletak di daerah Desa Cidikit, Kec. Bayah Kab. Lebak Prov. Banten. Letak georgarafisnya terdiri dari daerah pegunungan gunung pasir Malang menurut salah seorang tokoh yakni bapak Parta pada saat diwawancarai menyebutkan bahwa kampung ini adalah lokasi tempat batu besi yang tempat itu di jaga oleh batu keris 7 lapis, konon katanya tempat ini banyak mengandung emas, tapi emas tersebut baru bisa di dapatkan setelah bisa menembus pejaganya yakni batu keris 7 lapis.
Pak Parta menyebutkan bahwasannya penamaan Tambleg di ambil dari bahasa sunda dengan akar kata Namleg artinya melekat, diam, berhenti. Kemudian dengan seiring perubahan kata maka daerah tersebut namanya berubah nama menjadi Tambleg maksudnya bila ada orang yang berkunjung ke daerah ini maka biasanya orang tersebut akan merasa adem, nyaman dan betah untuk mukim disini, setiap orang yang yang berniat jahat maka akan takluk dan tidak ada apa-apanya berhadapan dengan orang Tambleg.
Informasi lain yang didapatkan dari ketua adat (red. Bapak Sadna) beliau menceritakan bahwa awal mula kampung Tambleg ini diawali ketika saat anak-anak dari sebuah keluarga berkumpul, datanglah seorang ayah dan memberi nama kampung ini dengan kampung Tambleg, konon katanya kata Tambleg ini merupakan kirata (dikira-kira tapi nyata) maksudnya perkiraan orang-orang tua dahulu yang biasanya menjadi kenyataan, katanya Tambleg ini adalah tempat menyimpan barang-barang pusaka yang sudah lama terpendam, kampung Tambleg mengandung arti tempat menyimpan barang-barang lama. Pada zaman dahulu nenek moyang kampung ini memperediksi bahwasannya nanti pada suatu saat beberapa tahun ke depan akan ada orang dari tepi pantai selatan mengungsi karena tanah dan tempat orang-orang pantai selatan tersebut akan habis dibeli oleh orang-orang bule, dan akan ada bangunan-bangunan dan yang mengisinya adalah para sarjana dan para santri juga akan ada lapangan kerja yaitu lokasi batu besi yang luasnya 25 Hektar, akan ada juga jalan lintas antara pantai Sawarna sampai daerah Bogor, dan ternyata prediksi tersebut pada saat ini jadi kenyataan misalnya: di daerah ini banyak tambang besi dan emas, pernah kedatangan Menteri Agama Drs. Surya Dharma Ali, para pejabat  dan para tokoh lainnya ketika terjadi ambruknya bangunan MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) yang menewaskan 1 orang siswa.
Pada zaman dulu mula-mula yang membuat rumah disini yaitu Uyut Isah ada juga yang menyebutnya bapak Iska, pada waktu awal mula kedatangannya daerah ini masih berbentuk hutan belantara, kemudian bapak Isah membukalah perkampungan baru dan selanjutnya beliau memiliki 5 (lima) orang anak yaitu yang bernama: Sarim, Alman, Rapiah, Sakmendi, dan Iti.
Sumber lain menyebutkan Uyut Isah ini memiliki putra/I uyut Udi (keturunannya ki adot, nini arheni, ki haya), uyut Lami’ah (keturunannya ma Tata, ki Aryana, Ki alhana, ni aspeni), ma tata memiliki putra bernama: ki Madhari (ayahnya Pak Adtoni), ki mihad (Naga Mekar), Sahati (keturunannya Salwinah, Zaed, Saedi) uyut Iti, Salwinah (keturunannya abah Ukar, Pak Parta, Rumsiti (Naga Jaya), Suanah, Sukmanah )  Pak Parta (Ali, Neli) cucu (Yogi, Yuni, Anto, Bayu, Jamil) penduduk yang sekarang kebanyakan dari keturunan uyut lamiah. Seiring berjalannya waktu akhirnya uyut Isah dipanggil Ilahi meninggal dunia sekarang makamnya berlokasi di dekat lapang sepak bola. Selanjutnya beliau memiliki keturunan dan bermukim di sini tidak merantau tapi menetap di Tambleg sehingga lama kelamaan penduduk Tambleg semakin banyak sampai sekarang kurang lebih ada 120 KK.

Demikianlah sedikit cerita mengenai sejarah Tambleg. Begitu banyak hal menarik yang didapatkan setelah mengunjungi Kampung Tambleg, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Terutama mengenai keadaan masyarakatnya. Seperti suasana pedesaan pada umumnya, pertama kali mengunjungi daerah tersebut, kita dapat merasakan suasana kekerabatan yang amat kental, kontras  jika dibandingkan dengan lingkungan perkotaan yang masih mengutamakan individualisme masing - masing. Tak heran,  sebagian besar dari warganya memiliki hubungan keluarga satu sama lain. Tetapi hal tersebut tidak menjadikan mereka bersikap defensive, mereka bersikap terbuka sekali dan begitu ramah terhadap pendatang. Senyuman dan sapaan hangat menjadi makanan sehari – hari masyarakat Tambleg. Begitu pun ketika kita lewat di depan rumah mereka, tak segan – segan mereka mempersilakan untuk berkunjung dan memberi makanan yang tak sedikit.
             Sebagian besar dari mereka bermatapencaharian sebagai petani. Mereka memiliki sawah dan lading mereka sendiri untuk bercocok tanam. Pagi – pagi sekali mereka sudah berangkat dan pulang di sore hari untuk mengurusi sawah mereka. Walaupun usia mereka sudah tak lagi muda tetapi terlihat semangat mereka yang begitu luar biasa. Kekuatan fisik memang menjadi kelebihan mereka. Karena itu, mereka jarang sekali membeli bahan makanan pokok untuk dikonsumsi. Mereka  mengambil hasil pertanian dan perkebunan mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Padi, jengkol, singkong dan pete menjadi bahan makanan favorit yang ada di masyarakat Tambleg.
Hal – hal yang berbau mistis masih melekat kuat pada masyarakat di sana. Kepercayaan – kepercayaan seperti upacara adat, pemberian sesajen dan hal – hal spiritual lain menjadi tradisi yang susah dihilangkan dalam masyarakat. Padahal, seluruh warga Tambleg adalah muslim, tetapi tetap saja kepercayaan nenek moyang tersebut tak dapat dipisahkan. Ada juga yang cukup mengganggu yaitu banyaknya anjing berkeliaran dimana – mana. Tak tahu pasti apakah itu anjing peliharaan orang ataupun anjing liar, yang jelas mereka dibebaskan begitu saja, berkeliaran dimana – mana. Memang anjing tersebut tidak mengganggu, tetapi bagi umat muslim cukup menjadikan was – was dengan anjing yang berkeliaran dan menginjak lantai – lantai rumah warga.
Dari segi pendidikan, bisa dikatakan pendidikan masyarakat Tambleg masih begitu rendah. Di sana hanya ada sebuah sekolah dasar dan sebuah SMP dengan fasilitas yang dikatakan kurang memadai. Pernikahan dini masih marak terjadi di kalangan masyarakat. Parahnya, budaya kawin – cerai juga merupakan hal yang biasa di Kampung tersebut.  Banyak hal yang harus diperbaiki di sana. Semoga akan banyak orang – orang yang datang ke sana untuk menginspirasi dan memperbaiki kondisi masyarakat di Tambleg.



Belajar Baca Yukk!!!


 Eta huruf A .. tingali huruf A .. tunjuk huruf A …eta huruf A
Eta huruf B .. tingali huruf B .. tunjuk huruf B …eta huruf B
Eta huruf C .. tingali huruf C .. tunjuk huruf C …eta huruf C
            Suara nyanyian peserta PBA ( Pemberantasan Buta Aksara ) membahana di teras rumah Mak Isah. Lagu karangan tim PBA blok lapangan yang disadur dari salah satu lagu bahasa Inggris yang diajarkan oleh Pak Amru memang menjadi hiburan khusus sekaligus pembelajaran bagi mereka. Mbak Darni mencontohkan lagu itu dengan penuh semangat sambil menunjuk ke kertas kumpulan huruf alfabet. Sengaja kami mentranslete lagu itu dalam bahasa Sunda dengan alas an supaya bisa lebih masuk ke kepala mereka, juga karena beberapa dari mereka tidakterlalu bisa berbahasa Indonesia.
            Masih terbayang dalam ingatan sewaktu pertama kali aku dan Sani melakukan survey pertama dari rumah ke rumah di daerah lapangan untuk mengetahui siapa saja yang buta aksara di daerah tersebut. Dengan berbekal bahasa Sunda yang sangat minim kami mencoba mengetuk pintu demi pintu. Sebagian besar warga di daerah tersebut ternyata kurang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang membuat kami cukup kewalahan. Proses survey selalu dilengkapi dengan kalimat “ Maaf bu, abdi teh teu tiyasa bahasa Sunda .“ Hanya itu yang kami pahami. Walaupun begitu keadaannya , dengan menggunakan bahasa tubuh dan bahasa campur aduk tak karuan, Alhamdulillah semuanya bisa berjalan dengan lancer.
            Aku begitu bahagia melihat peserta PBA yang begitu semangat. Usia tak menjadi kendala bagi mereka untuk terus menimba ilmu. Aku jadi malu sendiri, dengan usiaku yang masih terbilang muda ini terkadang aku malas – malasan untuk belajar. Sekitar 10 orang –an selalu hadir di rumah Mak Isah, tempat pembelajaran PBA setiap sorenya. Tak tampak wajah lelah di raut muka ibu – ibu dan bapak walaupun  mereka telah seharian bekerja di sawah.  Pada awal pertemuan yang dilakukan secara klasikal, setelah dievaluasi ternyata ada 3 kriteria yang bisa dikelompokkan. Kelompok pertama yang benar-benar tidak bisa sama sekali, kelompok kedua yang bisa sedikit – sedikit dan kelompok ketiga yang sudah lumayan lancer menulis dan membaca. Demi keefektifan proses pembelajaran, kami  membagi tugas berdasarkan ketiga criteria tersebut di pertemuan berikutnya. Kami menggunakan berbagai macam media pembelajaran seperti karton yang berisikan huruf alphabet, flash card ataupun bacaan. Berbagai usaha kami lakukan untuk membuat proses pembelajaran semenarik mungkin supaya mudah ditangkap oleh mereka.
            Permainan menyusun huruf, menyanyi dan berbagai macam tepukan melengkapi kegiatan kami setiap harinya.  Bukan hal yang mudah memang untuk mengajarkan orang yang sudah tua. Perlu kesabaran yang besar karena mereka akan begitu cepat melupakan apa yang telah ,diajarkan. Terlebih orang – orang lanjut usia yang belum mengenal huruf sama sekali. Tetapi melihat perjuangan mereka yang pantang menyerah membuat kami juga terus bersemangat membagikan ilmu kami. Semoga semangat belajar mereka tak berhenti walaupun kami sudah tak ada di Tambleg.

Arti Sebuah Kerinduan


From Bu Hen
01-01-2013 11:47:16 am
Ba sudh nype mana skrng?blz
01-01-2013 12:09:17
Hti2 ya nak, Ibu dn Bapa kayanya ditinggal mati aja, maunya nangs aja dari tdi, doain aja ya nak ibu dn bapa spya banyk rizki dn sht, kmu nggk apa2 dimbl?
01-01-2013 08:40:27 pm
Bak dh nype blm, mari kta mkn brsma ibu dn bapa, ibu sedng mkn
01-01-2013 09:06:59 pm
Bgaimana slmt smuanya? Trimaksh klu slmt
02-01-2013 12:39:36
Ass,,bak dh mkn siang blm? Ibumh sdng mkn siang disaung, mri kta mkn brsma, bnr ba puisi yg ibu buat bukan omong bohong tpi bikn ibu nangs aja teringt kmu dn jg tmn2 yg biasa krmh ibu, blngin sma tmn ibu tk than mndgr suarmu
03-01-2013 05:31:48 pm
Tdi ibu bkn krpk pisang smbl nangs tringt kamu ska blng sma ibu, msk apa ibu?itu tringat aja, sdh dimkn kripiknya?




From Pak Ruskanda
01-01-2013 08:38:29 pm
Ba yusi, apa kesalahan bapa dan apa kekurangannya mohon dimaafpin dan adik kamu didi bapa sembuhka nangis sama ibu doakan ba’ beri  rizki da umur yang panjang nanti bisa ketemu lagi

02-01-2013 02:48:45 pm
Ba didi cariin katanya makan ba. Sambil nangis katanya kemana
                Tertegun aku melihat sms - sms yang dikirimkan oleh bapak dan ibu baruku dari Kampung Tambleg. Pesan yang dikirim bahkan hanya beberapa jam setelah aku berangkat  ke Bogor. Begitu menyayat hati. Aku tak menyangka keluargaku itu begitu menyayangiku.  Aku tak pernah menerima pesan – pesan seperti itu dari keluarga asliku.  Aku begitu heran karena itu tampak begitu berlebihan bagiku, tapi mungkin begitulah cara mereka mengungkapkan emosi mereka. Begitu ekspresif. Sebegitu berartikah aku di mata mereka. Teringat tangisan dan pelukan ibuku ketika aku berpamitan setelah 3 minggu kami tinggal bersama. Hanya 3 minggu tapi meninggalkan seribu makna. Keluarga yang baik hati yang membuatku begitu trenyuh. Ibuku yang begitu perhatian dan sabar,  juga bapakku yang luar biasa rajinnya. Bapakku di waktu luangnya tak segan – segan mengurusi urusan rumah tangga seperti memasak, menyapu ataupun mengepel di rumah. Mereka begitu rendah hati, selalu mengatakan bahwa mereka tak punya apa – apa, tak bisa memberi apa – apa, padahal banyak sekali yang mereka berikan kepadaku.  Keluarga yang sederhana yang mengajarkan banyak hal  mengenai kehidupan.
                 Di pagi hari, sebelum subuh berkumandang mereka sudah terbangun dan dengan kompaknya membuat api di atas “hau” untuk memasak air dan nasi. Udara dingin yang menusuk tulang – tulang rusukku seakan tak terasakan oleh bapak ibuku. Tampak raut keikhlasan dan ketulusan di wajah mereka. Ada lagi hal yang membuatku terharu. Kebetulan kamar mandi yang kami punyai adalah kamar mandi tadah hujan, yaitu kamar mandi yang airnya berasal dari air hujan yang ditampung dan disaring. Jadi keberadaan air di kamar mandi tergantung hujan yang turun, kalau tidak ada hujan bak akan kosong. Semakin deras hujannya maka air yang tertampung semakin banyak, begitu pula sebaliknya. Di rumahku, terkadang air tinggal sedikit jika tidak ada hujan ataupun jika hujan yang turun sedikit. Tetapi ibuku selalu menenangkanku dan berkata “ Sudah mbak..nggak usah khawatir dengan airnya. Dipakai saja, biar nanti ibu ke sumur aja, “ katanya. Memang terkadang ibu melakukan aktivitas yang membutuhkan air seperti mandi, mencuci piring ataupun mencuci baju di sumur umum. Terkadang juga bapakku bela – belain mengangkut air untuk memenuhi isi bak mandi. Kadang ketika air yang di bak tinggal sedikit, aku tak enak untuk menggunakan air banyak – banyak, kuurungkan niatku untuk mencuci. Ibuku sepertinya bisa membaca pikiranku seraya berkata “ Kalau mau nyuci ya nyuci aja mbak.  Nggak usah dipikirin masalah airnya. Nanti biar bapak dan ibu ke sumur aja. “ Terus terang aku merasa terharu melihat pengorbanan mereka yang tulus. Mereka rela berkorban mengesampingkan kepentingan mereka demi aku. Walaupun aku baru dalam kehidupan mereka, tetapi mereka sudah menganggapku seperti anak sendiri. Pernah juga suatu ketika aku merendam cucian untuk kemudian kucuci. Tetapi saat aku mau mencucinya aku melihat bajuku sudah tidak ada di kamar mandi. Aku mencarinya kemana – mana dan ternyata aku melihat bajuku sudah ada di jemuran. Ibuku mencucikan bajuku. AKu benar – benar merasa tak enak hati. “ Nggak pa-pa mbak. Itu tadi sekalian ibu nyuci juga jadi ibu cucikan ,“ kata ibuku beralasan.  Aku hanya terdiam tak tahu harus berkata apa.
 Begitu pun kalau aku pergi kemana – mana, kalau aku pergi lama sedikit saja mereka akan mencariku ke rumah – rumah di desa. Perhatian yang luar biasa sekali menurutku.  Ahh…aku jadi begitu merindukan mereka. Kalimat khas mereka setiap waktu makan “ Mbak …makan mbak …” yang selalu ditirukan oleh adikku Didi masih terbayang jelas diingatanku. Karena itu, membaca sms bapakku yang terakhir selalu membuatku ingin menangis. Kapan ya kami akan bertemu kembali? Semoga jarak dan waktu tidak akan dapat memisahkan kedekatan hati kami.

Sebutir Nasi Sejuta Keringat


Lama rasanya aku tak pergi ke tempat itu. Hamparan hijau yang terbentang luas dengan genangan air dan tanaman yang tumbuh di atasnya membuat suasana menjadi  begitu asri dan sejuk. Akhirnya di sinilah, di Kampung Tambleg Banten, aku menemukannya kembali. Memanglah benar sudah lama aku tak melihat sawah secara langsung. Dulu sewaktu aku masih kecil, sawah masih aku temukan di kampungku. Tetapi sekarang semuanya telah berubah, sawah itu telah disulap menjadi perumahan – perumahan mewah yang disewakan. Sampai aku besar pun aku belum menemukan sawah lagi karena aku selalu merantau ke daerah perkotaan. Ketika aku merantau ke Jakarta selalu terbersit keinginan untuk pergi ke daerah pedalaman yanga sri, tenang  dan nyaman tanpa ada polusi, kemacetan dan kesumpekan di jalanan. Kemudian doaku terjawab sudah. Warga Kampung Tambleg sebagian besar berprofesi sebagai petani dan memiliki sawah sendiri. Begitupun dengan induk semangku.
            Pada suatu kesempatan, aku mencoba ikut bapak dan ibu induk semangku ke sawah untuk mengetahui kegiatan mereka. Ternyata jarak antara rumah dan sawah tak bisa dibilang dekat. Entah mengapa begitu berat menopang tubuhku untuk berjalan kaki lumayan jauh. Kami melewati jalan setapak yang licin dan penuh dengan lumpur. Karena tak terbiasa, aku berjalan cukup lama, jauh di belakang bapak dan ibuku, bahkan adikku Didi yang masih berumur 4,5 tahun. Bolak – balik aku terpeleset dan tanganku penuh dengan tanah karena berpegangan takut jatuh. Sungguh aku tak terbiasa. Setelah hamper setengah jam berjalan  akhirnya sampai juga aku di sawah orang tua baruku. Di atasnya terdapat sebuah saung kecil yang terbuat dari bamboo. Ibuku kemudian membuat api di depannya untuk mengusir nyamuk. Kurasakan keindahan alami dan kesejukan udara yang berhembus dengan pemandangan yang menakjubkan. Subhanallah sekali ciptaan Allah yang satu ini.
            Tugasku hari itu adalah memupuk padi. Istilahnya di sana yaitu “ ngeberak padi”. Di waktu – waktu sebelumnya sawah sudah dibajak dan ditanam padi, kemudian tiba waktunya untuk memupuk padi. Pupuk yang digunakan yaitu campuran antara pupuk Urea dan NH3. Caranya cukup mudah, hanya menaburkan sedikit saja campuran pupuk tersebut ke masing – masing padi yang sudah ditanam. Harus juga dipastikan bahwa tidak ada satu padi pun yang terlewati. Sepertinya mudah, tetapi kenyataannya cukup membuatku merasa kesulitan. Ketika aku tenggelamkan kakiku ke sawah dan mulai memupuk tak jarang aku menginjak padi yang di belakangnya. Karena jarak antar padi cukup dekat, membuat aku harus lebih berhati – hati untuk berjalan. Awal – awalnya aku sangat bersemangat, lama kelamaan aku mulai kelelahan. Aku melihat ke depan sawah yang terbentang sangat luas dengan ratusan padi di atasnya dan aku harus memupuk mereka satu persatu. Aku menghela nafas panjang, mencoba mengembalikan seluruh semangatku. Diam – diam aku mengagumi ibuku yang dengan sabarnya dan tampak lelah berjalan memupuk satu persatu padi di depannya. Secara usia mungkin aku lebih muda, tetapi tampak ibuku lebih kuat dan lebih semangat dariku. Aku jadi malu sendiri. Beberapa jam kemudian akhirnya selesai juga acara pemupukan itu. Aku bernafas lega. Aku merasakan ternyata tak cukup mudah untuk mengurus sawah, perlu energy dan semangat ekstra melakukannya. Hal itu member petunjuk membuatku lebih bersyukur dengan keadaan yang ada sekarang dan yang pasti tidak boleh membuang – buang nasi karena seperti kata pepatah “ Sebutir Nasi Sejuta Keringat “

Kondisi Wilayah Tambleg


Oops….lagi – lagi aku terpeleset batu yang licin. Sandal gunungku sudah tak jelas lagi warna aslinya. Warnanya sudah berubah menjadi coklat muda penuh dengan lumpur. Aku memperlambat jalanku. Jalanan turun yang penuh dengan bebatuan. Hujan membuat jalanan begitu licin sehingga membuatku harus lebih berhati – hati. Tidak ada jalanan beraspal di tempat tersebut. Yaa…itulah keadaan wilayah Kampung Tambleg, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten.. Masih begitu konvensional. Seperti belum terjamah dunia luar. Untuk ke kota saja perlu perjalanan panjang dan waktu yang begitu lama. Bahkan mobil pun tak bisa masuk ke tempat itu. Jalanan sempit bebatuan yang hanya dapat diakses dengan berjalan kaki atau sepeda motor. Untuk mengendarai sepeda motor di daerah tersebut juga bukanlah hal yang mudah, perlu skill khusus kalau tidak pasti akan terpeleset. Banyak korban pengendara sepeda motor yang tidak bisa mengendalikan sepeda motornya yang kemudian terjatuh.
            Ketika aku sampai di sana aku sebenarnya masih merasa tercengang. Masih ada ya tempat seperti ini di zaman modern, pikirku waktu itu. Semuanya tampak begitu alami. Listrik saja katanya baru ada setahun yang lalu. Untungnya ketika aku datang, listrik sudah ada di sana, walaupun terkadang listriknya sering mati ketika hujan. Hanya saja di jalanan, penerangan sungguh kurang. Tak ada lampu jalan. Jadi  kalau kami mau keluar di malam hari perlu membawa senter atau alat lain yang bisa menerangi kami.
            Hawa dingin Tambleg di pagi hari selalu merasuk ke dalam tubuhku. Kabut yang melengkapi kealamian kampong tersebut menemani hari – hariku di sana. Kalau kita mencoba meniup udara, kita bisa melihat uap air dari mulut yang keluar seperti kabut putih, serasa di Korea. Untuk berkomunikasi menggunakan handphone pun hanya dapat dilakukan di tempat – tempat khusus. Tak ada sinyal, yang membuatku cukup kelimpungan karena bagiku handphone sudah menjadi barang primer. Begitu susah menghubungi keluarga, kerabat ataupun sahabat, benar – benar membuatku tak habis pikir, bagaimana orang – orang disini menjalani kehidupannya. Semuanya serba terbatas. Untuk mendapatkan barang yang diinginkan saja harus pergi ke kota. Itu pun membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam.
            Sawah dan ladang menjadi pemandangan keseharianku di sana. Di mana – mana terlihat hijau. Sangat kontras jika membandingkannya dengan kehidupan di ibukota. Kepadatan lalu lintas, polusi udara, kriminalitas hamper tidak ada di Kampung Tambleg. Awalnya aku heran banyak penduduk di sana dengan santainya meninggalkan rumah mereka tanpa dikunci. Mereka merasa aman karena memang jarang sekali ada kasus pencurian di sana. Begitulah kehidupan di Kampung Tambleg, kampung pelosok yang memiliki banyak cerita penuh makna.


Keluarga Baruku


Perasaan dag dig dug tak karuan aku rasakan ketika sampai di Kampung Tamblek, Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Masih belum terbayang dalam benakku bagaimanakah keluarga yang akan menjadi induk semangku. Yaa… untuk program KKN bertemakan SHARE ( SGI Help And Care ) yang merupakan rangkaian program Sekolah Guru Indonesia ini, setiap peserta SGI 4 akan ditempatkan dalam setiap rumah yang berbeda di kawasan Kampung Tambleg, Banten. Harap – harap cemas karena kita tidak tahu bagaimana kondisi keluarga yang akan kami tempati nanti.
            Kupandangi sejenak tempat tinggal baruku dari luar. It’s not really too bad, tidak seperti yang kubayangkan. Bahkan tempat KKN-ku dulu sewaktu aku kuliah jauh lebih parah. Rumahnya mungil, tetapicukup modern, tidak seperti rumah – rumah lain di lingkungantersebut yang masih tampak begitu tradisional. Di rumah baruku ini lantainya beralaskan keramik dan dindingnya juga sudah menggunakan tembok. Kulihat ada poster besar di dinding depan rumah yang bertuliskan “ Posyandu “. Ohh… aku baru tahu bahwa rumah yang akan kutempati ternyata adalah rumah salah satu kader Posyandu yang biasa dijadikan untuk tempat kegiatan tersebut.     
            Seorang ibu separuh baya berkulit sawo matang tersenyum menyambut kedatanganku. Itulah ibu baruku. Bu Hena namanya. Sewaktu aku datang, tepatnya di malam hari, suami ibu itu yaitu Bapak Ruskanda sedang tidur di depan ruang televise. Bapak baruku kemudian terbangun melihat kedatanganku. Sempat tak enak hati karena telah mengganggu tidur beliau. Pak Ruskanda, begitulah biasanya orang lain menyebut. Tampak sangar dengan kumisnya, tetapi orangnya baik hati. Aku hanya berharap mereka bisa menjadi keluarga yang baik bagiku. Aku yakini bahwa apapun keteteapan Allah itu merupakan yang terbaik untukku, juga dengan keputusan-Nya untuk menempatkanku di rumah ini.
            Awalnya Bu Hena dan Pak Rus tidak banyak bicara padaku yan kemudian aku ketahui alasannya dari ibu baruku itu, yaitu mereka tidak terbiasa berbicara dalam bahasa Indonseia. Mereka menggunakan bahasa Sunda untuk bahasa sehari – hari mereka, sehingga ketika mereka berbicara menggunakan Bahasa Indonesia, mereka menjadi agak kagok, ragu dan akut salah. Tetapi akhirnya aku berhasil meyakinkan meekan bahwa tak perlu ragu untuk berbicara Bahasa Indonesia padaku dan tak masalah bagiku untuk mencampur Bahasa Indonesia dengan Bahasa Sunda karena aku sedikit mengerti bahasa Sunda dan ingin banyak belajar dari mereka. Sejak saat itu mereka menjadi lebih percaya diri untuk berbicara denganku.
            Ternyata Allah tak salah menempatkanku di rumah ini dan di keluarga ini. Ibu dan bapak baruku begitu baik padaku, bahkan menganggapku sebagai anak sendiri. Mereka begitu perhatian, terutama untuk urusan makan. Mereka tak akan pernah membeiarkan perutku dalam keadaan kosong barang sedetikpun. Begitu banyak makanan hasil olahan sendiri yang disediakan setiap waktu  dan mereka tak segan menegurku kalau aku tak makan sekali saja. Mereka tak akan membiarkanku keluar Kampung Tambleg dalam keadaan kurus kering layaknya orang kurang gizi.
            Selain mendapat ayah dan ibu baru, aku juga mendapat saudara – saudara baru. Ibu dan bapak baruku mempunyai 2 orang anak, yang pertama perempuan dan yang kedua laki – laki. Anak perempuannya berumur 20 tahun yang sekarang tinggal di Bogor karena dia bekerja di sana. Namanya Henti. Karena jarang pulang aku belum pernah bertemu dengannya. Adiknya bernama Didi Mardiana. Seorang anak laki – laki berumur 4,5 tahun yang bisa dikatakan cukup aktif. Anaknya baik dan selalu ingin tahu, tetapi terkadang dia cukup bandel dank eras, susah untuk dinasehati. Tak jarang juga dia sering mengganggu teman – temannya sampai temannya menangis. Disinilah tantangannya bagiku. Terus terang kadang aku kewalahan menghadapi sikapnya, tetapi aku tahu pada dasarnya dia hanya ingin mencari perhatian. Orangtuanya selalu menyebutnya sebagai anak yang bandel, yang aku ketahui merupakan mindset buruk dan sugesti negative untuk anak balita sepertinya. Sedikit demi sedikit aku berusaha mencoba membalikkan mindset anak itu menjadi positif seperti “ Didi anak yang pintar “ atau “ Didi anak yang baik “.
            Entah mengapa Didi selalu ingin ikut denganku kemanapun aku pergi. Dia selalu menggandeng tanganku dan terkadang takmau lepas dariku. Tak jarang sampai menangis jika kutinggal. Aku tak mengerti jalan pikirannya. Apakah dia butuh kasih saying lebih, atau ia sedang merindukan kakaknya. Aku tak paham mengenai hal itu. Aku hanya berharap bisa menjadi kakak yang baik baginya.
            Didi mungkin terkesan agak keras, susah dinasehati dan terlalu cuek, tetapi aku tahu sebenarnya diam – diam dia memperhatikan. Pernah waktu itu di sela – sela kesibukannya bermain aku mencoba mengajarinya menyanyi.. “ Satu – satu aku saying ibu … dua – dua aku saying ayah ..tiga – tiga saying adik kakak … satu dua tiga … saying semuanya …”. Waktu itu dia sama sekali tidak menghiraukanku. Dia hanya terkadang mengikutiku pada suku kata terakhir. Selebihnya dia seolah tak peduli dan terlihat sibuk sendiri. Namun aku tak mau menyerah, aku ulang – ulangi lagunya sampai aku kelelahan sendiri. Suatu ketika ketika dia sedang bermain bersama bapaknya di kamarnya, aku mendengarnya mengobrol bersama bapaknya dan menyanyikan lagu itu dengan lancer. Senang sekali rasanya, walaupun seolah – olah tak peduli ternyata diam – diam dia memperhatikan apa yang kukatakan dan kuajarkan. Didi … oh Didi …
            Itulah keluarga baruku. Dengan segala suka duka di dalamnya, mengingatkanku pada keluarga di rumah. Ibu … ayah … adikku … bagaimana kabar mereka ya? Sudah lama rasanya aku tak bertemu dengan mereka. Semoga Allah menganugerahkan kepada mereka semua di sana. Amin…

Senin, 07 Januari 2013

Program SHARE SGI 4


Tak terasa sudah beberapa bulan kami, anak – anak SGI 4 menimba ilmu di asrama Sekolah Guru Indonesia dan tibalah saatnya kami menjalani program KKN kami yang disebut juga program SHARE ( SGI Help and Care ). Sebelum berada di tempat ini, kami anak – anak SGI 4 telah menyusun berbagai macam program pemberdayaan masyarakat. Program tersebut dibagi menjadi dua bidang besar yaitu Tambleg Cerdas dan Tambleg Sehat. Diharapkan nantinya masyarakat Tambleg bisa menjadi masyarakat yang tidak hanya memiliki kemajuan secara edukatif tetapi juga memiliki kesehatan fisik yang memadai. Program utama kami untuk Tambleg Cerdas yaitu mengenai pemberantasan buta aksara. Sebelumnya aku masih tak habis pikir ternyata di zaman yang sudah modern ini masih banyak orang – orang yang belum lancar membaca dan menulis, terutama untuk orang – orang di usia lanjut. Karena itu, kami mengantisipasinya dengan mengadakan program ini, sekaligus membentuk kader – kader baru yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan kami walaupun kami sudah tidak KKN lagi.  Program – program untuk Tambleg Cerdas lainnya yaitu antara lain Istana Anak yang merupakan program untuk anak – anak pra – sekolah dasar sampai anak sekolah dasar yang memfasilitasi pendidikan tambahan di luar sekolah dengan cara yang menyenangkan dan dengan tujuan supaya dapat membuat anak semakin tertarik untuk belajar. Untuk anak – anak yang sudah SMP diadakan program bimbingan belajar, yang lebih dikhususkan untuk anak kelas 3 demi menghadapi Ujian Nasional. Kemudian, ada pula program Majlis Ta’lim untuk ibu – ibu yang lebih menekankan pada praktik ilmu agama dalam kehidupan sehari – hari dan program TPA untuk meningkatkan pengetahuan agama anak – anak. Program Tambleg Cerdas lainnya yaitu diadakannya berbagai macam pelatihan, seperti pelatihan guru, pelatihan masak dan pelatihan kerajinan untuk ibu – ibu dan juga pelatihan public speaking untuk anak remaja.
            Tidak kalah menariknya, Tambleg Sehat memiliki berbagai macam kegiatan yang sudah kami rancang.  Program utama Tambleg Sehat yaitu pembangunan MCK ( Mandi Cuci Kakus ) yang ternyata  belum dimiliki oleh semua warga Kampung Tambleg. Kami mencoba membantu untuk membangun dua MCK, di dekat masjid dan musholla dengan harapan kebutuhan masyarakat akan air dan sanitasi yang baik akan terpenuhi. Program tambahan lainnya untuk kegiatan Tambleg Sehat ini yaitu acara Jum’at bersih yang merupakan program gotong – royong masyarakat untuk bersama – sama membersihkan lingkungan, ada pula program senam bersama dan olahraga bersama yang diadakan setiap minggu pagi dengan harapan membantu meningkatkan kesehatan warga dengan cara yang menghibur dan menyenangkan. Untuk meningkatkan tali silaturahmi dan persatuan antar warga diadakan pula Lomba Sepak Bola dan juga Thibun Nabawi yaitu pengobatan ala Rasulullah dengan metode bekam. Semoga dengan program – program yang telah kami buat akan mampu meningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan warga Tambleg.